PLN Konversi 588 MW Pembangkit Listrik Diesel Menjadi EBT Hingga 2026

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU
Pekerja penanam tanaman hias pada area surya panel di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/12/2021).
31/1/2022, 18.59 WIB

PLN akan mengkonversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) berkapasitas 588 megawatt (MW) dengan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT). Adapun program konversi ini dibagi dalam dua tahap dan ditargetkan rampung seluruhnya pada 2026.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa pada tahap pertama, konversi akan dilakukan tahun ini terhadap 250 megawatt (MW) PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) baseload. Artinya akan ada tambahan penggunaan baterai agar pembangkit bisa menyala dan memasok listrik selama 24 jam.

"Saat ini kami sedang melakukan lelang dalam satu dua bulan ini. Saat ini sudah ada 160 peserta yang eligible," ujar Darmawan dalam keterangan tertulis, Senin (31/1).

Dalam lelang ini, PLN membebaskan spesifikasi baterai yang akan dipakai oleh peserta dan akan mengedepankan para peserta yang dapat meningkatkan inovasi sehingga tercipta baterai yang efisien dan punya keandalan operasi.

"Jadi teknologi mana yang paling handal dan efisien yang paling bagus. Jadi itu yang menang. Ini membangun inovasi," ujar Darmawan.

Konversi PLTD ke PLTS dan baterai diharapkan dapat mendongkrak bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit secara nasional.

Sedangkan pada tahap kedua, PLN akan mengkonversi PLTD sisanya sekitar 338 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan sumber daya alam yang menjadi unggulan di daerah tersebut dan dengan keekonomian yang terbaik.

Untuk rencana konversi ke pembangkit berbahan bakar gas, PLN juga bekerja sama dengan Perusahaan Gas Negara (PGN). Beberapa PLTD yang tahun ini juga digarap bersama PGN mengganti PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Program gasifikasi ini menyasar daerah terpencil.

"Kami juga bisa memakai opsi untuk menginterkoneksikan kepada sistem transmisi terdekat yang lebih besar sehingga masyarakat tetap bisa menikmati listrik yang andal," ujarnya.

Darmawan menyebut proyek ini targetnya akan rampung pada 2026. Harapannya, sekitar 2.130 titik PLTD yang ada saat ini bisa terkonversi ke pembangkit energi bersih ataupun terkoneksi ke grid.

Seiring dengan perkembangan teknologi, ia optimistis biaya produksi pembangkit EBT di Indonesia bakal semakin kompetitif dibandingkan dengan pembangkit fosil.

Hal ini terlihat dari terus turunnya harga PLTS dan baterai. Pada tahun 2015 harga listrik PLTS mencapai US$ 25 sen per kilowatt hour (kWh). Namun saat ini berkisar US$ 5,8 sen per kWh, bahkan dengan tren saat ini masih dapat ditekan menjadi di bawah US$ 4 sen.

Sedangkan untuk baterai hari ini harganya mencapai US$ 13 sen per kWh yang dulunya sempat mencapai US$ 50 sen per kWh. Artinya, ada penurunan biaya hampir 80%. Sama halnya dengan harga rata-rata paket baterai tipe Li-ion yang turun hampir 80% dari US$ 668/kWh pada 2013 menjadi US$ 137/kWh pada 2020.

Reporter: Verda Nano Setiawan