11 Perusahaan Garap Proyek Hilirisasi Batu Bara, Termasuk Adaro, PTBA
Kementerian ESDM mencatat ada 11 perusahaan yang telah berkomitmen dan sudah mempersiapkan proyek hilirisasi batu bara hingga 2030. Hal ini sebagai langkah mendukung program transisi energi untuk menuju target emisi nol bersih.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu bara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan dari 11 perusahaan yang telah mempersiapkan proses hilirisasinya, ada dua perusahaan yang sudah mulai melakukan kegiatan produksi, yakni PT Megah Energi Khatulistiwa dan PT Thriveni.
“Megah Energi Khatulistiwa fokus pada produksi batu bara semi kokas dengan kapasitas produksi 500.000 ton per tahun. Kapasitas input batu baranya 1 juta ton per tahun,” ujarnya dalam diskusi publik Indef Keekonomian Gasifikasi Batu Bara, Kamis (7/4).
Sementara PT Thriveni sudah memulai aktivitas produksi briket sebanyak 85.000 ton per tahun dengan kapasitas input batu bara sejumlah 130.000 ton per tahun.
Adapun 11 perusahaan batu bara yang sudah menyatakan komitmen untuk menggarap proyek hilirisasi adalah PT Bukit Asam yang menggarap gasifikasi batu bara menjadi dimethyl eter (DME), PT Kaltim Prima Coal dan PT Kaltim Prima Coal kerja sama proyek gasifikasi ke metanol.
Kemudian PT Arutmin Indonesia dan PT Kendilo Coal garap gasifikasi batu bara menjadi metanol. Lalu PT Multi Harapan Utama yang menggarap proyek hilirisasi semi kokas. PT Adaro Indonesia dan PT Berau Coal berencana melakukan gasifikasi batu bara menjadi metanol/dimetil eter.
PT Kideco Jaya Agung garap gasifikasi batu bara bawah tanah, PT Megah Energi Khatulistiwa garap hilirisasi batu bara semi kokas, PT Thriveni garap pengembangan batu bara dan briket, serta PT Bukit Asam garap proyek hilirisasi batu bara menjadi briket.
Hingga 2045 dua tambahan perusahaan yang akan melaksanakan proyek hilirisasi batu bara adalah PT Mandiri Inti Perkasa dan Borneo Indobara.
Lana menjelaskan program pengembangan dan pemanfaatan batu batu bara berupa gasifikasi akan menghasilkan metanol, dimetil eter, syngas, amonia, hidrogen, dan olefin.
Teknologi hilirisasi likuefaksi batu bara akan menghasilkan produk berupa bensin dan solar, hilirisasi briket menghasilkan produk biomassa dan briket terkarbonisasi, cokes making menghasilkan produk batu bara metalurgi, serta pengembangan batu bara untuk kelistrikan dan industri.
Adapun teknologi ekstraksi batu bata menghasilkan produk hilirisasi berupa material maju, logam tanah jarang, asam humat, dan asam fulvat; teknologi fasilitas pencampuran menghasilkan produk kelistrikan dan penerapan batu bara bersih pada pembangkit.
Sebelumnya Kementerian ESDM menyatakan keekonomian masih menjadi tantangan besar proyek hilirisasi batu bara. Di saat yang sama Indonesia juga sedang melakukan transisi dari bahan bakar fosil ke energi bersih.
"Aspek keekonomian adalah tugas besar yang harus kami selesaikan. Kita sangat lamban dalam konteks peningkatan nilai tambah sumber daya alam," Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaludin tahun lalu.
Padahal Indonesia memiliki sumber daya batu bara melimpah sebanyak 91,6 miliar ton dengan cadangan mencapai 31,7 miliar ton yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga 62 tahun ke depan.
Pada 2021 realisasi produksi batu bara dalam negeri mencapai 614 juta ton atau 98,2% dari target 625 juta ton. Sedangkan realisasi pemanfaatan batu bara domestik tercatat sebanyak 133 juta ton atau 96,7% dari target 137,5 juta ton.