Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat agar memahami langkah pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Menurutnya, kenaikan harga minyak dunia sangat berdampak kepada harga BBM di dalam negeri.
"Kita itu masih impor separuh dari kebutuhan (BBM) kita. 1,5 juta barel minyak masih impor. Artinya apa? Kalau harga di luar naik, kita harus bayar lebih banyak. Supaya kita ngerti masalah ini," kata Presiden dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (8/7).
Jokowi melanjutkan, harga minyak mentah sebelum Pandemi Covid-19 hanya US$ 60 per barel. Namun, saat ini harga minyak berada di atas US$ 100 per barel. Adapun minyak mentah jenis Brent berada di level US$ 105,20 per barel, sementara minyak jenis WTI berada di harga US$ 102,91 per barel.
"Kita ini masih tahan untuk tidak menaikkan yang namanya Pertalite. Negara lain yang namanya BBM, bensin sudah di angka Rp 31.000, di Jerman, Singapura Rp 31.000, Thailand Rp 20.000, kita masih Rp 7.650 karena disubsidi oleh APBN," sambung Jokowi.
Jokowi menyadari sebagian besar masyarakat tidak setuju dengan kenaikan harga BBM. Keputusan pemerintah untuk menahan harga Pertalite berimbas pada membengkaknya subsidi energi di tengah kenaikan harga minyak dunia.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu menyatakan kas keuangan negara tidak bisa terus-terusan menanggung beban subsidi. "Kita berdoa supaya APBN masih kuat menanggung subsidi," ujar Jokowi.
Adapun Kementerian Keuangan meminta persetujuan DPR RI untuk menambah anggaran subsidi energi dan kompensasi untuk tahun ini mencapai Rp 520 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tambahan anggaran ini merupakan konsekuensi atas pilihan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif listrik meski harga minyak dunia melonjak.
"Untuk tahun ini, kami meminta persetujuan kepada DPR untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi nilainya mencapai Rp 520 triliun," ujar Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna di DPR, Kamis (31/5).
Sri Mulyani menjelaskan, skema subsidi dan bantuan sosial, terus dilaksanakan sebagai bagian dalam mengendalikan inflasi. Inflasi domestik berpotensi meningkat jauh lebih tinggi jika kenaikan harga komoditas global sepenuhnya di pass-through ke harga-harga domestik "Potensi transmisi tingginya harga komoditas global dapat kita redam dengan jalan mempertahankan harga jual BBM, LPG dan listrik di dalam negeri untuk tidak naik," ujarnya.
Pemerintah mengusulkan tambahan anggaran subsidi dan kompensasi tahun ini seiring dengan perubahan asumsi ICP. Dalam APBN 2022, pemerintah memasang asumsi ICP sebesr US$ 63 per barel.
Adapun dalam rapat RAPBN yang tengah berjalan saat ini, pemerintah mengusulkan tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 350 triliun dengan asumsi ICP yang berubah menjadi US$ 100 per barel.
Dalam APBN 2022, pemerintah mematok anggaran subsidi sebesar Rp 206,96 triliun. Alokasi ini terdiri dari subsidi energi sebesar Rp 134,03 triliun dan subsidi nonenergi Rp 72,93 triliun.