Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum bisa memberi kepastian soal pelaksanaan skema Badan Layanan Umum (BLU) di Industri semen dan pupuk. Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Idris Sihite mengatakan, kepastian penerapan skema BLU hanya berlaku pada PLN.
"Belum, saat ini belum bisa dipastikan (untuk industri semen dan pupuk). Baru PLN dulu, ini masih dinamis pembahasannya," kata Idris saat ditemui wartawan di kantor Kementerian ESDM pada Kamis (4/8).
Idris menjelaskan, pemerintah masih menghitung kemungkinan perapan BLU pada industri semen dan pupuk. Dalam skema BLU, pengusaha semen dan pupuk hanya wajib membayar batu bara US$ 90 per ton. Selisih antara harga pasar dengan harga wajib industri semen akan ditutup langsung oleh BLU, yang memperoleh dana dari tarikan iuran ekspor para penambang.
Aturan mengenai harga batu bara untuk sektor semen dan pupuk senilai US$ 90 per ton diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 58.K/HK.02/MEM.B/2022 tentang Harga Jual Batubara untuk Pemenuhan Kebutuhan Bahan Baku/Bahan Bakar Industri di Dalam Negeri. Berdasarkan Kepmen tersebut, penetapan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian pemenuhan kebutuhan batu bara sebagai bahan bakar industri di dalam negeri. Ketetapan ini baru berlaku sejak 1 April 2022 lalu.
"Kepmen tersebut juga akan menjadi bahan dari substasi atau kajian soal iya atau tidaknya skema BLU diterapkan di industri semen dan pupuk. Tentu saya belum bisa simpulkan karena masih dalam tahap pembahasan," sambung Idris.
Idris menambahkan, dalam pembahasan tersebut pemerintah akan mencari jalan tengah dengan mengudang partisipasi dari para pengusaha semen dan pupuk. Dia mengatakan, poin-poin yang bakal dikaji dalam pertemuan tersebut membahas soal keberlangsungan industri semen dan pupuk jika pasokan batu bara terhambat.
"Kalau dilihat kan harga DMO listrik dengan industri semen dan pupuk kan beda. Hal-hal seperti ini nanti yang akan diakomodir," ujarnya. "Saya takut mengatakan sesuatu yang belum waktunya. Nanti akan ada uji publik, asosiasi juga dimintai pendapat. Intinya pemerintah mencari formulasi yang paling ideal untuk semua pihak."
Sebelumnya diberitakan, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mengatakan pelaku usaha kekurangan pasokan batu bara selama satu semester terakhir. Sebab, mereka kesulitan menggaet penambang batu bara yang bersedia menjual dengan harga domestic market obligation atau DMO US$ 90 per ton.
Ketua ASI Widodo Santoso menjelaskan, seretnya suplai pasokan batu bara karena penambang tidak sanggup menyediakannya. Selain itu, ada beberapa pelaku usaha batu bara yang sedang memperbaiki tambang dan sudah terikat kontrak dengan industri non-semen.
"Ini juga kami laporkan. Padahal mereka ekspor besar-besaran. Nah yang repot ini ada 18 badan usaha batu bara yang ditunjuk penugasan tapi tidak merespons," kata Widodo dalam Diskusi Publik Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara, Selasa (2/8).
Widodo berharap pemerintah segera mengesahkan BLU sebagai pemungut iuran batu bara. Pasalnya dua bulan lalu mereka memperoleh jatah batu bara dari penugasan Kementerian ESDM sejumlah 2,5 juta ton yang dibagikan ke 14 pabrik semen. Jumlah itu lebih tinggi dari jatah yang diberikan untuk industri pupuk 300 ribu ton. Namun Widodo mengatakan, kebutuhan batu bara untuk industri semen idealnya delapan sampai 10 juta ton.
"Ini 2,5 juta ton. Tiga bulan sudah habis. Kami terus terang saja BLU itu wajib karena industri semen hampir sama dengan PLN. Semen termasuk sepuluh barang penting nasional, sama seperti makanan dan listrik," harap Widodo.