Kronik Sejarah Kenaikan Harga BBM Mulai Presiden Sukarno hingga Jokowi
Pemerintahan Presiden Jokowi resmi mengumumkan kenaikan harga BBM yang berlaku mulai Sabtu (3/9) siang hari. Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter. Sedangkan harga Solar naik dari dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter.
Adapun harga Pertamax non subsidi juga dikerek menjadi Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500. Kenaikan ini untuk mengurangi beban subsidi dari Anggaran dan Pendapatan Negara (APBN) yang makin berat seiring kenaikan harga minyak dunia.
Kemampuan pemerintah untuk menahan harga BBM agar tetap murah memiliki risiko meningkatnya beban APBN. Subsidi energi yang digelontorkan sudah mencapai Rp 502 triliun, dan jika harga BBM dipertahankan maka pemerintah memerlukan tambahan anggaran sekitar Rp 198 triliun.
Di sisi lain, kenaikan harga ini akan berdampak pada inflasi, karena harga bahan pokok biasanya ikut naik juga.
Hampir setiap Presiden di Indonesia pernah berada dalam posisi sulit ini. Hanya Presiden Ketiga RI, BJ Habibie, yang tak pernah membuat kebijakan untuk menaikkan harga BBM selama 18 bulan memimpin negeri.
Dihimpun berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumebr Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina (Persero) yang dikutip Jurnal Habibie Center, berikut beragam perubahan harga BBM bersubsidi pada setiap masa kepemimpinan Presiden RI.
- Presiden RI Pertama Sukarno (18 Agustus - 12 Maret 1965)
Pada masa pemerintahan Sukarno, sepanjang periode November 1965 - Februari 1966, terjadi tiga kali perubahan harga BBM bersubsidi.
Pada 22 November 1965 harga BBM jenis premium menjadi Rp 0,3 dan Solar Rp 0,2. Berselang dua bulan kemudian, pada 3 Januari 1966, pemerintah menaikkan harga Premium menjadi Rp 1 dan Solar Rp 0,2. Tak lama kemudian, pada 27 Januari 1966 pemerintah melakukan penyesuaian harga Premium dan menurunkannya menjadi Rp 0,5, sedangkan Solar menjadi Rp 0,4.
Pemerintahan Presiden Soeharto (12 Maret 1967 - 21 Mei 1998)
Presiden Soeharto, sejauh ini, tercatat paling banyak melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi. Dalam 32 tahun kepemimpinannya, tercatat 20 kali harga BBM bersubsidi mengalami perubahan. Meski perubahan tidak dilakukan secara serentak untuk Premium dan Solar.
Pertama kali perubahan harga BBM bersubsidi ini terjadi pada 3 Agustus 1967. Harga Premium langsung melonjak hampir 10 kali lipat, dari Rp 0,5 menjadi Rp 4, dan Solar dari harga Rp 0,4 menjadi Rp 3,5.
Berikut catatan lengkapnya:
- 3 Agustus 1967 Premium Rp 4 - Solar Rp 3,5
- 25 April 1968: Premium Rp 16 - Solar Rp 12,5
- 1 Juni 1970: Premium Rp 25 - Solar Rp 12,5
- 1 April 1972 Premium Rp 35 - Solar Rp 14
- 1 April 1973 Premium Rp 41 - Solar Rp 16
- 22 April 1974 Premium Rp 46 - Solar Rp 19
- 1 April 1975: Premium Rp 57 - Solar Rp 22
- 1 April 1976: Premium Rp 70 - Solar Rp 25
- 5 April 1979: Premium Rp100 - Solar Rp 35
- 1 Mei 1980: Premium Rp 150 - Solar Rp 52,5
- 4 Januari 1982: Premium Rp 240 - Solar Rp 85
- 7 Januari 1983: Premium Rp 320 -Solar Rp 145
- 12 Januari 1984: Premium Rp 350 - Solar Rp 220
- 1 April 1985: Premium Rp 385 - Solar Rp 242
- 10 Juli 1986: Premium Rp 385 - Solar Rp 200
- 24 Mei 1990: Premium Rp 450 - Solar Rp 245
- 11 Juli 1991: Premium Rp 550 - Solar Rp 300
- 8 Januari 1993: Premium Rp 700 - Solar Rp 380
- 5 Mei 1998: Premium Rp 1.200 - Solar Rp600.
- 16 Mei 1998: Premium Rp1.000 - Solar Rp 550
Perubahan harga BBM bersubsidi pada 16 Mei 1998 menjadi salah satu alasan terjadinya aksi demonstrasi secara besar-besaran, yang pada akhirnya menjatuhkan Soeharto dari kursi Kepresidenan RI.
Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur (20 Oktober 1999 - 23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan Gus Dur, perubahan harga BBM bersubsidi terjadi sebanyak enam kali, dalam dua tahun kepemimpinannya.
Kenaikan tertinggi pada Premium sebesar 20,7% dan Solar sekitar 39,3%. Namun, perubahan lebih sering terjadi pada BBM jenis Solar. Berikut rinciannya:
- 1 Oktober 2000: Premium Rp 1.150 - Solar Rp 600
- 1 April 2001: Premium Rp 1.150 - Solar Rp 990
- 1 Mei 2001: Premium Rp 1.150 - Solar Rp 1.150
- 1 Juni 2001: Premium Rp 1.150 - Solar Rp 1.285
- 16 Juni 2001: Premium Rp 1.450 - Solar Rp 900
- 1 Juli 2001: Premium Rp 1.450 - Solar Rp 1.250
Presiden Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004)
Tak lama setelah resmi menjadi Presiden menggantikan Gus Dur, Megawati langsung membuat kebijakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
Secara keseluruhan, dalam tiga tahun kepemimpinannya Megawati melakukan 15 kali penyesuaian harga. Tercatat Megawati dua kali melakukan penurunan harga Premium, dan enam kali membuat harga Solar menjadi lebih murah.
Setiap perubahan juga tidak serentak dilakukan untuk Premium dan Solar. Berikut perubahannya:
- 1 Agustus 2001: Premium Rp 1.450 - Solar Rp 1.190
- 1 September 2001: Premium Rp 1.450 - Solar Rp 955
- 1 Oktober 2001: Premium Rp 1.450 - Solar Rp 1.000
- 1 Nopember 2001: Premium Rp 1.450 - Solar Rp 945
- 1 Desember 2001: Premium Rp 1.450 - Solar Rp 900
- 17 Januari 2002: Premium Rp 1.550 - Solar Rp 1.150
- 1 April 2002: Premium Rp 1.600 - Solar Rp 1.250
- 3 Mei 2002: Premium Rp 1.750 - Solar Rp 1.400
- 1 Juli 2002: Premium Rp 1.750 - Solar Rp 1.350
- 1 Agustus 2002: Premium Rp 1.735 - Solar Rp 1.325
- 1 September 2002: Premium Rp 1.690 - Solar Rp 1.360
- 1 Oktober 2002: Premium Rp 1.750 - Solar Rp 1.440
- 1 Nopember 2002: Premium Rp 1.750 - Solar Rp 1.550
- 2 Januari 2003: Premium Rp 1.810 - Solar Rp 1.890
- 21 Januari 2003: Premium Rp 1.810 - Solar Rp 1.650
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 - 20 Oktober 2014).
Pada era kepemimpinan Presiden SBY, selama dua kali masa pemerintahannya tercatat harga BBM bersubsidi berubah sebanyak delapan kali.
Dari beragam perubahan tersebut SBY tercatat sebagai Presiden yang empat kali menaikkan harga Premium, dan menurunkannya sebanyak tiga kali. Sementara untuk Solar, SBY empat kali menaikkannya, dan menurunkannya sebanyak dua kali. Berikut rinciannya:
- 1 Nopember 2004: Premium Rp 1.810 - Solar Rp 1.650
- 1 Maret 2005: Premium Rp 2.400 - Solar Rp 2.100
- 1 Oktober 2005: Premium Rp 4.500 - Solar Rp 4.300
- 24 Mei 2008: Premium Rp 6.000 - Solar Rp 5.500
- 1 Desember 2008: Premium Rp 5.500 - Solar Rp 5.500
- 15 Desember 2008: Premium Rp 5.000 - Solar Rp 4.800
- 15 Januari 2009: Premium Rp 4.500 - Solar Rp 4.500
- 22 Juni 2013: Premium Rp 6.500 2.500 Solar Rp 5.500
Presiden Joko Widodo (20 Oktober 2014 - sekarang)
Belum genap sebulan memimpin, Presiden Jokowi harus membuat keputusan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Uniknya, setelah Reformasi, Jokowi menjadi presiden pertama RI yang menyampaikan sendiri informasi ini kepada publik.
Pada masa pemerintahan sebelumnya, acap kali terjadi kenaikan harga BBM, umumnya yang mengumumkan adalah pejabat setingkat menteri.
Tak hanya itu, Jokowi juga menjadi presiden pertama yang mengeluarkan kebijakan tak populer, yaitu menghapus subsidi untuk BBM jenis Premium.
Sejak 2015, bensin ini tak lagi masuk kategori subsidi dan dibiayai APBN. Meski begitu, harga bensin tak lepas dari intervensi pemerintah, meski harga minyak merangkak naik harga bensin RON 88 ini tak berubah. Alhasil, selisih nilai jual di pasar ditanggung langsung oleh distributor yakni PT Pertamina (Persero).
Kebijakan penghapusan subsidi untuk Premium, pada akhirnya membuat bensin tersebut tak laku dan menghilang dari pasaran. Meski begitu, Premium masih dibutuhkan. Menurut Peraturan Presiden (Perpres) No.117 Tahun 2021, pemerintah memberikan kompensasi sebesar 50% untuk kandungan Premium di Pertalite. Premium saat ini hanya digunakan sebagai 50% bahan campuran dari BBM Pertalite.
Kondisi ini akhirnya membuat Premium tak lagi dijual Pertamina, dan BBM jenis Pertalite ditetapkan sebagai BBM Khusus Penugasan (JBKP), yang berhak untuk mendapatkan subsidi.
Adapun masuknya Pertalite sebagai BBM khusus penugasan atau BBM subsidi berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang JBKP, yang disahkan pada 10 Maret 2022.
Berikut perubahan harga BBM selama Presiden Jokowi memimpin:
- 18 November 2014: Premium Rp 8.500 - Solar Rp 7.250
- 1 Januari 2015 Premium Rp 7.600 - Solar Rp 7.250
Jokowi cabut subsidi premium.
Subsidi solar menjadi tetap Rp 1.000
- 19 Januari 2015 berlaku dua harga:
Bali Madura Premium Rp 6.900 - Solar Rp 6.400
Luar Bali Madura Premium Rp 6.700 - Solar Rp 6.400 - 1 Maret 2015 kembali berlaku satu harga nasional: Premium Rp 6.800 - Solar Rp 6.400
- 28 Maret 2015: Premium Rp7.300 - Solar Rp 6.900
- 5 Januari 2016 Kembali berlaku dua harga:
Jawa, Madura, Bali (Jamali): Premium Rp 7.050 - Solar Rp 5.650
Di luar Jamali: Premium Rp. 6.950 - Solar Rp 5.650 - 1 April 2016: Jamali Premium Rp 6.550 - Solar Rp 5.150
Di luar Jamali: Premium 6.450 - Solar Rp 5.150 - 10 Oktober 2018: Jamali Premium Rp 7.000 - Solar Rp 5.150
Luar Jamali Premium Rp 6.900 - Solar Rp 5.150.
Namun, kebijakan ini dibatalkan satu jam setelah diumumkan.
Kemudian Pertalite ditetapkan sebagai BBM bersubsidi.
- 1 April 2022: Pertalite Rp 7.650 - Solar Rp 5.150
- 3 September 2022: Pertaite Rp Rp 10 ribu - Solar Rp 6.800