Anak usaha PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), dilaporkan kesulitan dalam mengumpulkan pendanaan dari perbankan asing untuk mendanai proyek smelter aluminium di Kawasan Industri Hijau Indonesia di Kalimantan Utara.
Perbankan asing disebut ogah memberikan pendanaan lantaran proyek tersebut juga akan membangun PLTU batu bara untuk mendukung operasional smelter nantinya. Sementara perbankan global banyak yang telah menyatakan keluar dari bisnis eneri fosil, terutama batu bara.
Dua bank asing yang telah menghentikan dukungannya terhadap Adaro yaitu DBS (Singapura), serta Standard Chartered (Inggris) telah menolak untuk berpartisipasi dalam proyek bernilai US$ 2 miliar atau Rp 31 triliun tersebut.
“Adaro membahas pembiayaan dengan kami, tetapi kami telah berjanji untuk menghentikan pendanaan bisnis yang terkait dengan batu bara. [Proyek ini] termasuk dalam kategori itu,” kata seorang eksekutif bank asing yang menolak disebut namanya, seperti dikutip dari Financial Times (FT) pada Rabu (15/2).
DBS dan bank asing lainnya telah menahan diri untuk tidak mendanai proyek-proyek Adaro Energy karena dinilai tidak menjalankan protokol penyelamatan iklim yang telah ditetapkan. Adaro disebut sangat ingin menjangkau bank terkenal lainnya seperti ING, BNP Paribas dan Commerzbank untuk mendapatkan pinjaman yang sangat besar ini.
Saat dikonfirmasi, Adaro membantah bahwa bank-bank asing menarik dari dari pendanaan proyek smelter aluminium di Kaltara. Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan bahwa kebutuhan pendanaan untuk proyek tersebut sudah tercukupi.
“Tidak benar bahwa bank-bank internasional menarik diri dari pendanaan tersebut. Bahkan pada saat-saat awal beberapa bank internasional pun masih tertarik dalam pembiayaan proyek smelter aluminium, namun akhirnya kami batasi karena sudah tercukupi,” ujarnya kepada Katadata.co.id.
Dia menambahkan bahwa untuk proyek smelter ini Adaro telah mendapatkan komitmen pembiayaan dari beberapa bank dan sedang dalam tahap final untuk financial closure yang ditargetkan pada semester I tahun ini.
Febri menyampaikan bahwa pembangunan smelter aluminium di Kaltara sejalan dengan visi dan misi pemerintah untuk melakukan hilirisasi mineral untuk meningkatkan nilai tambah demi menunjang pendapatan dan devisa negara.
“Kami percaya dengan dukungan semua pemangku kepentingan, proyek kami ini dapat berjalan dengan baik,” kata dia menutup pembicaraan.
Seperti diketahui Adaro tengah membangun Smelter aluminium di Kabupaten Bulungan, Kaltara. Proyek smelter tersebut ditargetkan memproduksi 1,5 juta ton aluminium per tahun.
Produksi alumunium dari smelter itu akan menjadi bahan baku untuk menunjang bisnis energi baru dan terbarukan seperti kendaraan listrik, pembangkit listrik tenaga angin dan pembangkit listrik tenaga surya.
“Industri ini bakal butuh baja dan alumunium dalam rantai pasoknya,” kata Investor Relation Manager Adaro Minerals Indonesia, Danuta Komar, dalam konferensi pers Public Expose pada Selasa (13/9/2022).
Pembangunan smelter akan berjalan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, perseroan akan membangun smelter dengan kapasitas 500.000 ton per tahun aluminium dengan estimasi operasi komersial alias commercial operating date (COD) kuartal pertama 2025.
Kemudian pada tahap kedua kapasitas produksi aluminium tambahan sampai 500.000 ton per tahun yang direncanakan rampung pada kuartal keempat 2026.
Sedangkan tahap ketiga, Adaro Minerals akan menggunakan pembangkit listrik tenaga air sebagai sumber energi untuk mengasilkan kapasitas produksi tambahan sampai 500.000 ton per tahun.
Fase ketiga ini menjadi pembeda dari dua fase sebelumnya yang masih menggunakan bahan bakar batu bara sebagai sumber energi. “Fase ketiga kami menargetka smelter aluminium ini akan berpoerasi penuh pada kuartal keempat pada tahun 2029,” ujar Danuta.
Adapun pembiayaan pembangunan smelter ditopang dari ekuitas dan utang bank. Dengan komposisi 30% sampai 40% ekuitas dan 60% sampai 70% pendanaan dari bank.