Pertamax Green 92 Diusulkan jadi BBM Subsidi, ini Respons Menteri ESDM

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Petugas bersiap melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax Green 95 saat peluncuran BBM tersebut di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Penulis: Nadya Zahira
31/8/2023, 19.35 WIB

Pertamina mengusulkan pengalihan sasaran BBM bersubsidi dari Pertalite ke Pertamax Green 92. Hal ini demi meningkatkan kadar oktan BBM subsidi dari research octane number (RON) 90 atau Pertalite, menjadi RON 92.

Adapun peningkatan RON pada produk Pertalite menjadi setara Pertamax dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan kandungan etanol 7% bioetanol alias E7 sehingga menjadi Pertamax Green 92.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pada intinya saat ini pemerintah tengah mendorong ketersediaan produk BBM yang ramah lingkungan. Menurut dia, dengan adanya peningkatan oktan Pertalite menjadi RON 92 akan semakin bagus karena dapat mengurangi polusi udara.

"Jadi kami mau cari jenis BBM yang ramah lingkungan. Kalau oktan numbernya makin tinggi maka akan semakin bagus," ujar Arifin saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (31/8).

Menurut Arifin, BBM yang ramah lingkungan juga bisa mengurangi gas pencemar seperti nitrogen oksida (NOx) dan sulfur oksida (SOx). Sehingga pihaknya akan terus mendorong tersedianya produk BBM yang ramah lingkungan, dan rencana tersebut sedang dikaji.

Dia mengatakan, meskipun setiap kendaraan terbilang hanya sedikit yang mengeluarkan gas pencemar, namun mengingat banyaknya kendaraan di Indonesia, maka jika diakumulasikan jumlah gas pencemar yang dihasilkan tersebut lambat laun bisa menjadi banyak.

"Nah, kemudian sekarang kita juga harus bisa membangun kesadaran masyarakat terhadap bahaya emisi ini yang dihasilkan dari gas pencemar tersebut,” ujar Arifin.

Di sisi lain, Arifin mengatakan pihaknya belum mempertimbangkan dan mendiskusikan terkait apakah Pertamax Green 92 juga termasuk dalam jenis BBM bersubsidi. Mengingat, Pertamax Green 92 yang asalnya dari Pertalite diusulkan untuk tetap disubsidi.

Pasalnya, Pertalite merupakan jenis BBM khusus penugasan (JBKP). Dalam hal ini Arifin mengatakan pihaknya keberatan jika Pertamax Green 92 harus disubsidi. Sebab ongkos produksi Pertamax Green lebih mahal dari Pertalite. "Kalau Pertalite pakai etanol biayanya naik, siapa yang mau bayar?,” kata dia.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, usulan mengganti Pertalite dengan Pertamax Green 92 merupakan implementasi paket kebijakan yang tertuang dalam ‘Program Langit Biru Tahap II’.

Melalui program tersebut, perseroan mengusulkan Pertamax Green 92 sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan atau JBKP menggantikan Pertalite.

“Ketika ini menjadi program pemerintah, harganya akan diatur. Tidak mungkin JBKP hanya diserahkan ke pasar,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (30/8).

Pertamina menilai konsumsi Pertamax Green 92 dapat mendorong upaya pengurangan emisi dari sektor transportasi. Ini merupakan upaya Pertamina mendukung Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.

Regulasi tersebut mengamanatkan kendaraan yang diproduksi sejak Oktober 2018, tidak lagi menggunakan bensin dengan oktan di bawah 91. Melalui program ‘Langit Biru Tahap Dua’, Nicke optimistis investasi di sektor bioenergi domestik akan meningkat

Hal itu juga didukung lewat instrumen Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati atau Biofuel.

Reporter: Nadya Zahira