Pemerintah berencana mengganti bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite dengan BBM jenis baru yang memiliki kadar sulfur yang lebih rendah atau ramah lingkungan. Nantinya, BBM jenis baru ini akan memiliki angka oktan atau RON sama seperti Pertalite.
Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai rencana ini bagus jika BBM jenis baru ini diluncurkan sebagai komplementer atau produk pelengkap. Hal ini tidak akan menjadi masalah karena konsumen diberikan kebebasan memilih BBM Pertalite atau BBM rendah sulfur.
“Tapi kalau BBM rendah sulfur ini dijadikan substitusi Pertalite, maka hal ini akan berdampak signifikan,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id pada Jumat (13/9).
Dia memperkirakan harga BBM rendah sulfur ini akan lebih mahal dari Pertalite yang saat ini dipatok Rp 10.000 per liter. Jika Pertalite diganti dengan BBM rendah sulfur, maka bisa mendorong lonjakan laju inflasi.
“Kalau masyarakat dipaksa beralih dari Pertalite ke BBM rendah sulfur yang harganya tinggi, maka akan menurunkan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Hal ini yang menyebabkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum bisa memutuskan kebijakan ini “Jangankan mengganti atau menghapus Pertalite, membatasi BBM subsidi saja Jokowi masih takut,” ucapnya.
Tidak Akan Menaikan Harga BBM
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) memastikan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM pada tahun ini. Pemerintah memilih untuk memperketat penyaluran BBM bersubsidi dalam waktu dekat.
Pengetatan penyaluran BBM bersubsidi diperlukan agar beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak meningkat. Sebab, pemerintah akan menanggung biaya peningkatan kualitas BBM tanpa mengerek harga BBM.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, jika penghapusan Pertalite ke BBM jenis baru tanpa dibarengi kenaikan harga, maka dapat memberi tiga dampak yang berbeda. Hal ini bergantung pada keputusan pemerintah, apakah akan dibebankan ke konsumen atau ke APBN.
Jika pemerintah memilih untuk membebankan ke APBN, berarti anggaran subsidi BBM akan bertambah. Namun jika rencana ini dibebankan ke APBN dan konsumen, maka akan berdampak pada subsidi energi yang bertambah dan daya beli masyarakat yang tertekan.
“Tapi kalau sepenuhnya ke konsumen, otomatis daya belinya akan tertekan lebih dalam lagi,” kata Komaidi saat dihubungi Katadata.co.id pada Jumat (13/9).
Menekan Kandungan Sulfur
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin menyebut kandungan sulfur dalam Pertalite saat ini sebesar 500 particle per million atau ppm. BBM baru yang dicanangkan akan menekan kandungan sulfur menjadi maksimal 50 ppm.
"Jadi akan ada proses desulfurisasi terhadap Pertalite saat ini, tapi kualitas minyak lainnya masih ada. Saya tidak tahu nama Pertalite akan diubah atau tidak. Apalah arti nama," kata Rachmat di kantornya, Kamis (12/9).
Rachmat menambahkan, bahwa proses desulfurisasi juga akan dilakukan pada Pertamax. Kandungan sulfur dalam Pertamax kini mencapai 400 ppm.
Desulfurisasi Pertalite dan Pertamax dilakukan agar sesuai standar Euro 4 atau maksimal kandungan sulfur 50 ppm. Sejauh ini, hanya tiga jenis BBM besutan PT Pertamina yang mencapai Euro 4, yakni Pertadex 53, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo 98.
Pengurangan sulfur akan mengurangi emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan. Hal ini cukup beralasan karena sekitar 40% polusi udara di Jakarta berasal dari gas buang kendaraan pada tahun 2022.