Dirut Garuda Terancam Denda Rp 25 Miliar Terkait Rangkap Jabatan

Katadata
Direktur Utama Garuda Indonesia (Persero) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara terancam terkena sanksi senilai Rp 5 miliar hingga Rp 25 miliar dalam kasus rangkap jabatan di perusahaan maskapai penerbangan.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
Editor: Sorta Tobing
1/7/2019, 19.48 WIB

Direktur Utama Garuda Indonesia (Persero) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara terancam terkena sanksi senilai Rp 5 miliar hingga Rp 25 miliar dalam kasus rangkap jabatan di perusahaan maskapai penerbangan. Ari yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Sriwijaya Air, diduga melanggar Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih mengatakan, berdasarkan norma dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, jika bukti-bukti memenuhi, maka Ari melanggar rangkap jabatan. "Tentunya hasil (keputusan) dalam proses. Masih diolah oleh investigator kami," kata Guntur di kantornya, Jakarta, Senin (1/7).

Dalam pasal tersebut dijelaskan, seseorang yang  menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan pada waktu yang bersamaan, dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.

Rangkap jabatan tersebut dengan catatan, bila perusahaan-perusahaan tersebut memiliki keterkaitan erat dalam bidang dan atau jenis usaha. Atau, perusahaan-perusahaan itu secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(Baca: Tak Kooperatif, KPPU Ancam Pidana Garuda-Sriwijaya atas Dugaan Kartel)

Untuk itu, pagi tadi KPPU telah memanggil Ari ke kantornya untuk proses penyelidikan terkait dugaan tersebut. Guntur mengatakan, Ari sudah menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, dalam pemanggilan tersebut, Ari menyampaikan rangkap jabatan tersebut sudah sesuai dengan aturan dan dan semua prosedur yang berlaku.

"Rangkap jabatan didasari atas kepentingan untuk menyelamatkan aset negara. Posisi rangkap jabatan sudah mendapatkan persetujuan sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku," kata Ari ketika ditemui usai dilakukan pemeriksaan oleh KPPU.

Guntur membenarkan Ari tidak merasa bersalah karena melakukan rangkap jabatan. Namun, dia menegaskan, jika Ari menunjukkan sikap positif dengan menanggalkan salah satu jabatan yang dimilikinya saat ini, maka hal itu bisa menjadi pertimbangan majelis komisi persidangan saat mengambil keputusan nanti.

Ia mengatakan, Ari sudah melakukan pembelaan. Rangkap jabatan yang Ari lakukan merupakan perintah dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham Dwi Warna Garuda Indonesia. "Maka nanti akan dipertimbangkan juga, apakah perlu memanggil Ibu Rini Soemarno (Menteri BUMN)," kata Guntur.

Tidak hanya Ari saja yang diduga melakukan rangkap jabatan di dua perusahaan yang memiliki fokus bisnis yang sama yaitu penerbangan. Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah dan Direktur Utama Citilink (anak usaha Garuda Indonesia) Juliandra Nurtjahjo juga terkena masalah yang sama.

Keduanya, sama-sama menduduki kursi jabatan sebagai Komisaris di Sriwijaya Air. "Soal Pikri dan Juliandra tidak dipisah, itu menjadi satu. Tiga-tiganya masuk (sebagai Komisaris) bersamaan, tidak bertahap," kata Guntur.

(Baca: Soroti Garuda dan Lion Air, YLKI: Duopoli Merusak Iklim Penerbangan)

KPPU Duga Garuda dan Lion Lakukan Kartel

Guntur mengatakan, dugaan pelanggaran tersebut berbeda dari posisi Direktur Utama Garuda Indonesia yang biasanya menjadi Komisaris Utama Citilink. Pasalnya Citilink merupakan satu afiliasi, sedangkan Sriwijaya hanya terikat dengan Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) saja. Terlebih KSO itu menjadikan Garuda Indonesia mampu mengendalikan Sriwijaya Air.

Dalam beberapa hal, KSO memang masih dimungkinkan karena konteks bisnis. Sehingga, Guntur mengatakan, ada banyak model KSO antar-perusahaan. "Tapi, model KSO yang mengendalikan kegiatan pamasaran, orang-orang Garuda ditempatkan di Sriwijaya, direksi dan komisaris rangkap, itu melanggar Pasal 26 UU Nomor 5 Tahun 1999," katanya.

Rangkap jabatan tersebut, menurut dugaan KPPU, merupakan satu kejadian yang berkaitan dengan dugaan kartel harga tiket pesawat yang dilakukan oleh Garuda Indonesia dengan Lion Air. KPPU menilai, kartel tidak akan efektif kalau pelaku usaha lainnya tidak ikut dalam kongkalikong tersebut, dalam hal ini Sriwijaya dan AirAsia.

(Baca: Kena Sanksi, Garuda Harus Bayar Denda Rp 1,25 Miliar)

Jika tidak ikut menaikkan harga tiket pesawat, maka kemungkinan konsumen akan berpindah ke Sriwijaya dan Air Asia. Namun, Sriwijaya dikendalikan oleh Garuda Indonesia melalui KSO dan, dugaan KPPU, Air Asia diboikot oleh beberapa travel agen. Salah satu yang sempat ramai diduga melakukan boikot itu adalah Traveloka.

"Jadi, sempurna kartelnya. Ke mana konsumen harus beralih? Jadi, ini satu rangkaian dugaan pelanggaran di maskapai," kata Guntur. Ia mengaku, KPPU cukup banyak mengerahkan sumber daya untuk ini. "Jangan-jangan, ini perkara industri terbesar sepajang sejarah KPPU," ucapnya.

(Baca: Telat Sampaikan Revisi Lapkeu, Garuda Terancam Tambahan Sanksi)

Reporter: Ihya Ulum Aldin