Ari Askhara, Sang Bankir yang Memimpin Garuda

Ameidyo Daud Nasution
15 Mei 2019, 07:00
garuda indonesia, ari askhara, garuda rugi, keuangan garuda, penerbangan, maskapai penerbangan, bumn, citilink, sriwijaya,
Katadata
Direktur Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra di Jakarta, Jumat, (20/03). Arief Kamaludin|Katadata

Permasalahan mahalnya tiket, kondisi bisnis yang lesu, hingga kecelakaan pesawat terus menimpa dunia penerbangan nasional. Di tengah kondisi ini, Ari Askhara yang berpengalaman sebagai bankir dipercaya memimpin dan membenahi maskapai penerbangan pelat merah Garuda Indonesia.

Industri penerbangan nasional memang tengah diterpa segudang masalah. Dalam enam tahun terakhir, empat maskapai sudah tutup. Mereka tidak mampu mempertahankan bisnisnya, diantaranya Adam Air, Batavia Air, dan Mandala Airlines. Akhir tahun lalu, Grup Sriwijaya Air terpaksa menyerahkan operasionalnya ke Grup Garuda.

Garuda pun tak lepas dari kondisi yang buruk ini. Pada 2017, Garuda mengalami kerugian yang cukup besar, hingga Rp 3 triliun dengan total utang (liabilitas) yang mencapai Rp 13 triliun. Di tengah keuangan yang buruk ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menunjuk I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra sebagai Direktur Utama Garuda pada September 2018.

(Baca: Dari Garuda dan Wika, Ngurah Ashkara Balik ke Pelindo III Jadi Dirut)

Saat pertama kali menjabat Dirut Garuda, pria yang akrab dipanggil Ari ini mengatakan, perlu ada perbaikan pada struktur keuangan maskapai tersebut. Apalagi industri penerbangan sedang mendapat tantangan, seperti kurs rupiah, hingga sempat melejitnya harga minyak dunia.

Ari juga menjanjikan akan menekan kerugian Garuda menjadi kurang dari US$ 100 juta. "Tahun lalu kami rugi US$ 220 juta dan mudah-mudahan tahun ini (2018) kami bisa positif," katanya akhir tahun lalu. Dia pun menargetkan Garuda bisa untung Rp 1 triliun tahun ini.

Sejumlah langkah perbaikan di Garuda dilakukan melalui efisiensi dan mengubah strategi bisnis, salah satunya merestrukturisasi biaya sewa pesawat. Ari mengaktifkan kembali rute Jakarta - London yang sempat berhenti dan menghentikan pemesanan pesawat Boeing 737-8 MAX yang sempat bermasalah di maskapai lain. Bahkan, di bawah kepemimpinan Ari, Garuda bisa mencaplok grup maskapai penerbangan nasional Sriwijaya Air.

(Baca: Garuda Akan Konversi Utang Sriwijaya Air Jadi Saham Hingga 51%)

Namun, yang paling menghebohkan dalam beberapa waktu belakangan adalah Garuda mampu memperoleh laba bersih tahun lalu hingga US$ 809 ribu atau setara dengan Rp 11,5 miliar pada tahun lalu. Padahal, tahun sebelumnya masih rugi US$ 216,5 juta atau sekitar Rp 3 triliun.

Pencatatan laba bersih dalam laporan keuangan Garuda tahun lalu pun menjadi polemik. Piutang Mahata Aero Teknologi dalam pemasangan fasilitas wireless fidelity (wifi) dimasukkan dalam pos pendapatan Garuda. Dua Komisaris Garuda Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menolak laporan keuangan 2018. Mereka menilai pencatatan pendapatan dalam laporan keuangan tersebut tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

(Baca: Dua Komisaris Garuda Indonesia Menilai Perusahaan Harusnya Merugi)

Menurut mereka, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta atau setara Rp 3,45 triliun. Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba tahun berjalan senilai US$ 5,01 juta atau setara Rp 70,76 miliar.

"Kami tidak sependapat dengan perlakuan akuntansi yang diterapkan," kata Chairal Tanjung yang juga adik pemilik Grup CT Corp Cairul Tanjung ini, usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia di Jakarta, Rabu (24/4).

Sementara, manajemen Garuda menyatakan pencatatan tersebut sudah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23. Bahkan, Direktur Teknik dan Layanan Garuda Indonesia Iwan Joeniarto mengatakan manajemen Garuda sudah melihat arus kas dan nilai transaksi, bahwa bisnis dengan Mahata ini menguntungkan ke depan. "Jadi manajemen sudah mengkaji secara kas dan nilai bisnisnya," kata Iwan.

(Baca: Tanda Tanya di Balik Rapor Biru Keuangan Garuda)

Malang Melintang di Dunia Perbankan

Urusan keuangan memang menjadi keahlian pertama Ari. Pria kelahiran Jakarta, 13 Oktober 1971 itu memulai karirnya di dunia perbankan usai menamatkan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada pada 1994. Saat itu, dia bergabung dengan Bank Ekspor Impor Indonesia (Eksim), yang kini telah berubah menjadi Bank Mandiri. 

Ari menjalani karir di bank plat merah itu hingga posisi Assistant Vice President setelah 11 tahun bekerja. Pada 2005, dia mulai menjajal sejumlah posisi di beberapa perusahaan keuangan internasional, seperti di Deutsche Bank sebagai Vice President, Direktur di Barclays Investment Bank, hingga di ANZ Indonesia sebagai Executive Director of Natural Resources Group.

Puas berkelana, Ari lantas kembali ke BUMN dengan menjabat sebagai Direktur Keuangan Pelindo III pada Mei 2014. Tidak lama, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda menunjuknya sebagai Direktur Keuangan pada Desember 2014. Setelahnya, dia menjadi Direktur Human Capital dan Pengembangan Sistem PT Wijaya Karya pada 2016. 

Setahun kemudian, pria yang menamatkan S2 Administrasi Bisnis International Finance di Universitas Indonesia ini kembali ke Pelindo III dan didapuk menjadi Direktur Utama pada Mei 2017. Per September 2018, dia kembali ke Garuda untuk mengemban jabatan di pucuk pimpinan maskapai nasional itu.

"Fokus kami transformasi human capital karena itu yang paling penting dari jasa. Nantinya itu yang akan membuat pelayanan meningkat," katanya.

(Baca: Garuda Akan Tagih Boeing Kompensasi dari Penghentian Operasi 737 Max 8)

3 Kali Ganti Dirut Garuda dalam 4 Tahun

Sejak 2005, Garuda Indonesia dipimpin oleh Emirsyah Satar yang berlatar belakang keuangan. Sembilan tahun kemudian, Emir mengundurkan diri pada Desember 2014. Posisinya kemudian digantikan oleh Arif Wibowo, Direktur Utama Citilink, yang merupakan anak usaha Garuda.

Emir meninggalkan kinerja keuangan yang buruk di akhir jabatannya. Pada 2014, Garuda membukukan kerugian hingga US$ 371 juta atau sekitar Rp 4,3 triliun (dalam kurs saat itu). Namun, di bawah kepemimpinan Arif, keuangan Garuda membaik. Pria yang telah berkarir di Garuda sejak 1990 sebagai engineer ini mampu membalikkan kerugian perusahaan, dengan memperoleh untung US$ 77,9 juta pada 2015 dan US$ 9,3 juta pada 2016.

(Baca juga: Dirut Garuda Bantah Tudingan Bangkrut Prabowo)

Di tangan Arif, operasional Garuda juga dinilai sudah cukup baik selama dua tahun. Namun, Menteri Rini masih kurang puas. Dia ingin Garuda melakukan strategi bisnis yang baik dengan tetap menjaga pengelolaan keuangannya. Makanya, Rini menunjuk Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Pahala Mansyuri untuk memimpin Garuda pada April 2017.

Ternyata, di bawah kepemimpinan Pahala, keuangan perusahaan justru kembali menurun. Pada 2017, Garuda mencatat kerugian hingga Rp 3 triliun. Akhirnya, Rini pun memberhentikan Pahala pada September 2018.

Meski sudah gagal membuat keuangan Garuda sehat, Rini tetap mempercayakan kepemimpinan Garuda di tangan bankir. Ari Ashkara yang sempat menjabat Direktur Keuangan pada masa kepemimpinan Arif Wibowo pun ditunjuk menggantikan Pahala.

(Baca: Kembali ke Garuda, Ashkara Gantikan Pahala Jadi Dirut)

Reporter: Ameidyo Daud Nasution

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...