Perang Dagang Berlanjut, Neraca Dagang Berpotensi Melebar

Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi pelabuhan ekspor-impor.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
24/4/2019, 14.43 WIB

Di sisi lain, pemerintah akan menjaga pertumbuhan ekonomi stabil di tengah perlambatan ekonomi global. Caranya dengan memanfaatkan momentum bonus demografi untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Selain itu, defisit transaksi berjalan akan terus ditekan sehingga invesatasi dapat meningkat unutk mendorong pertumbuhan ekonomi.

(Baca: Pemerintah Perluas Pasar Ekspor ke Amerika Latin)

Pariwisata Jadi Andalan

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, sependapat dengan situasi global yang terjadi sekarang. Perang dagang menjadi tantangan bagi Indonesia. Sebab, hal tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya permintaan dunia yang sedang stagnan akibat daya beli menurun.

Namun, perang dagang juga memberikan harapan bagi Indonesia. "Tahun 2019, ekspor tekstil kita meningkat 20% karena perang tarif, sehingga barang kita jadi kompetitif," ujarnya.

(Baca: Target Devisa Pariwisata Rp 249 Triliun, BI Yakin Defisit Dagang Turun)

Di satu sisi, banyak perusahaan yang melakukan relokasi ke negara berkembang lainnya, seperti Thailand dan Vietnam. Oleh karena itu, Indonesia perlu memperbaiki kebijakan yang mendukung dunia usaha agar perang dagang dapat menjadi momentum masuknya perusahaan asing ke Indonesia.

Selain itu, pemerintah dinilai perlu membangun industri manufaktur. Selama ini, industri manufaktur masih mengalami deindustrialisasi. Pembenahannya perlu diiringi dengan peningkatan sektor pariwisata sehingga pertumbuhan ekonomi tetap sehat di tengah ancaman perang dagang. "Pariwisata itu diperkirakan jadi ujung tombak dan nomor satu penyumbang penerimaan," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika