Bea Masuk Sawit India Dipangkas, Pengusaha Optimistis Ekspor Meningkat

ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). Menurut pedagang pengepul di daerah tersebut, harga sawit mengalami penurunan dari harga Rp1.400 menjadi Rp1.000 per kilogram akibat kualitas buah tidak terlalu bagus.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
3/1/2019, 19.41 WIB

(Baca juga: Permintaan Pasar Tradisional Berkurang, Ekspor Sawit Tertekan)

Menurutnya, pada 2018-2019 konsumsi minyak nabati di India dengan  impor mencapai sebesar 15,5 juta ton, yang mana 60% bahan baku berasal dari Indonesia dan Malaysia. Sisanya, berupa minyak kedelai dari Argentina dan Brazil, minyak bunga matahari dari Ukraina dan Rusia, serta minyak kanola dari Kanada.

Sementara itu sebelumnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Kasan mengatakan penurunan bea masuk India tidak berdampak signifikan terhadap volume impor sawit dari Malaysia. 

Namun perubahan bea masuk India bisa berdampak signifikan terhadap volume impor CPO dari Indonesia. Pihaknya telah membuat analisis regresi sederhana terkait perubahan tarif bea masuk India.

(Baca: Sisi Positif Perang Dagang, Ekspor Minyak Sawit Juli Melejit)

Setiap kenaikan tarif 1% di India akan menurunkan volume impor dari Indonesia sebesar 3958.7 ton. Sebaliknya, jika tarif turun 1% akan menaikkan ekspor sebanyak 3958.7 ton.

Penurunan tarif dari 44% menjadi 40% pada tahun 2019 akan menyebabkan kenaikan volume ekspor sebesar 190,02 ribu ton atau kenaikan nilai sebesar US$ 135 juta. "Secara statistik, tidak signifikan terhadap volume impor CPO India dari Malaysia," kata Kasan pertengahan Desember lalu.

Halaman:
Reporter: Michael Reily