Pemerintah Imingi Pembebasan Pajak Bagi Produsen Baterai Mobil Listrik

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
BMW i8 saat proses pengisian baterai dengan sistem 'plug-in hybrid'.
Penulis: Michael Reily
Editor: Yuliawati
4/7/2018, 19.49 WIB

Kementerian Perindustrian mendorong pengembangan dan produksi komponen baterai mobil listrik. Kemenperin mengimingi memberikan tax holiday atau pembebasan pajak sebagai insentif untuk mencapai target penggunaan mobil listrik 20% tahun 2025.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan sumber daya baterai yang dapat dimanfaatkan yakni nikel dan cobalt yang terdapat di Morowali, Sulawesi Tengah. “Teknologi baterai menunjukkan daya saing yang kompetitif untuk mobil listrik,” kata Airlangga di Jakarta, Rabu (4/7).

Pengembangan baterai lokal bisa menjadi salah satu komponen yang penting dalam mobil listrik. Selain itu, baterai nikel dan cobalt bisa bersaing dengan Tiongkok yang menggunakan ion lithium dan Jepang dengan fuel cell. Alasannya, impor baterai bakal mendongkrak harga.

Inovasi dalam mobil listrik juga bisa mendorong peningkatan anggaran pemerintah untuk riset. Target industri 4.0, pada 2030 struktur anggaran untuk inovasi sebesar 2%. “Sekarang baru mencapai 0,08%,” ujar Airlangga.

(Baca juga: Gaikindo: Indonesia Perlu Kembangkan Baterai untuk Mobil Listrik)

Untuk keekonomian harga mobil listrik, Kementerian Perindustrian masih menunggu kebijakan fiskal dari Kementerian Keuangan. Sehingga, industri berupaya melakukan sosialisasi supaya masyarakat mendukung penurunan emisi yang ramah lingkungan.

Industri otomotif pun sedang menyiapkan inovasi Plug-In Hybrid Electric Vehicle sebagai solusi kendala infrastruktur. Industri memasang pembangkit listrik dalam mobil dengan menggunakan bahan bakar minyak seperti biodiesel 20. “Sekarang belum ada stasiun pengisi daya mobil listrik 380 watt, tegangannya berbeda 220 watt,” kata Airlangga.

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohanes Nangoi menjelaskan jika baterai harus impor, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) harus mencapai 60%. Sehingga, industri mobil listrik nasional akan tertinggal dengan negara lain.

(Baca juga: Jokowi Sebut Mobil Listrik Akan Menciutkan 90% Industri Otomotif)

Gaikindo menekankan pemerintah harus memproduksi baterai secara lokal. Tiga komponen utamanya adalah baterai, manajamen baterai, dan motornya. “Kalau bisa riset nikel dan cobalt kita tidak akan tergantung dengan impor, itu lebih baik,” kata Nangoi.

Nangoi juga meminta pemerintah menyiapkan cara mendaur ulang baterai dari mobil listrik. Nangoi mengatakan, baterai dari mobil listrik menghasilkan limbah emisi padat seberat dua ton.

Nangoi mengatakan, untuk mengurai baterai dari mobil listrik tak mudah. Hingga saat ini, negara yang mampu mendaur ulang baterai mobil listrik baru Belgia.

Di samping itu, Nangoi menyarankan persiapan infrastruktur seperti stasiun pengisian daya listrik yang memproses dengan cepat. Saat ini, mobil listrik membutuhkan waktu mendaya ulang selama dua jam. Padahal kendaraan berbahan bakar fosil hanya membutuhkan waktu dua menit untuk mengisi daya.

(Baca: Pemerintah Kaji Mobil Listrik Bebas PPnBM dan Bea Masuk Jadi 5%)