Presiden Joko Widodo meminta besaran saham konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dikaji kembali. Dia ingin porsi saham BUMN dikurangi dari 60 persen menjadi hanya 10-20 persen.
Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono usai rapat terbatas soal Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Kantor Presiden hari ini. Pengurangan porsi saham ini untuk meminimalisasi risiko BUMN dalam menggarap proyek tersebut.
"Sekarang kan 60 persen (BUMN) : 40 persen (Tiongkok atau Cina). Presiden tadi bilang mengapa tidak 10 persen untuk (BUMN) Indonesia lalu 90 persen Tiongkok untuk memperkecil risiko," kata Basuki saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/7). (Baca: Buat Terowongan, Biaya Proyek Kereta Cepat Membengkak Rp 10 Triliun)
Basuki mengatakan Jokowi memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk mendetailkan lagi hitungan ini. Jokowi ingin kajian ini bisa selesai dalam sepekan.
Risiko proyek ini juga erat kaitannya dengan konsep pengembangan wilayah atau Transit Oriented Development (TOD) sebagai sumber pemasukan bisnis lainnya dari proyek Kereta Cepat. Oleh sebab itu, Jokowi juga meminta adanya dasar dari perhitungan bisnis pengembangan wilayah tersebut.
"Karena itu (hitungan TOD) yang belum terjawab," kata Basuki. Apalagi, bisnis dari kereta cepat ini diperkirakan baru bisa menghasilkan keuntungan sekitar 10 sampai 15 tahun setelah beroperasi. (Baca: Pemerintah Ubah Masa Konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung)
Hal lain yang juga dibahas dalam rapat terbatas tersebut adalah soal kondisi keamanan proyek senilai Rp 80 triliun tersebut. Basuki menjelaskan hal ini telah diatasi oleh Komisi Keamanan Jembatan Panjang dan Terowongan Jalan (KKJTJ). Terutama dari aspek geologi kegempaan.
Sementara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengungkapkan tidak ada perubahan komposisi saham antara konsorsium perusahaan pelat Indonesia dan Tiongkok pada Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Namun, dia merasa pihak Tiongkok akan mempersilakan Indonesia menurunkan porsi kepemilikan pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
“Nah apa mereka mau ambil, kami juga bicara dengan Kementerian Perhubungan tadi. Bila itu terjadi, apa bisa disetujui oleh Kementerian Perhubungan, dan itu tidak ada masalah," ujar Rini.
(Baca: Kajian Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Selesai Akhir Juli)