Permintaan Daging Restoran Turun 70%, Penjualan Online Melonjak

Donang Wahyu | Katadata
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
9/9/2020, 07.00 WIB

Perlambatan ekonomi turut berdampak pada permintaan daging sapi impor asal Australia di Indonesia. Seperti diketahui, Australia adalah negara pemasok utama kebutuhan daging sapi di Tanah Air. Sebagian besar sapi itu didatangkan dalam keadaan hidup, kemudian digemukkan sebelum dipotong dan dijual dagingnya.

Pandemi Covid-19 turut memukul industri ini. Laporan Status Industri Bersama Indonesia dan Australia atau Joint State of the Industry (JSOI) Report menyebutkan, permintaan daging sapi di restoran, hotel, dan katering menurun drastis.

"Sektor hotel, restoran dan katering mengalami penurunan bisnis 60-70%," demikian bunyi laporan yang diterbitkan oleh Indonesia Australia Red Meat & Cattle Partnership, seperti dikutip pada Selasa (8/9).

Tak hanya di Jakarta, penurunan permintaan daging sapi juga terjadi di berbagai daerah. Hal ini diperkirakan akibat penutupan sektor pariwisata, baik domestik dan internasional. Berkurangnya turis tentu berdampak pada merosotnya okupansi hotel dan kunjungan tamu restoran.

 

Sebaliknya, permintaan daging sapi pada supermarket mengalami peningkatan karena lebih banyak orang makan di rumah. Selain itu, ada kekhawatiran konsumen bila berbelanja di pasar tradisional.

Sementara itu, penjualan daging sapi secara daring meningkat sebesar 300%. Peningkatan juga didukung oleh langkah pemerintah yang bermitra dengan perusahaan pengantaran, seperti Gojek dan Grab.

Fenomena ini didukung oleh banyaknya pedagang membuka meat shop online. Selain itu, banyak operator yang lebih kecil menjual produknya melalui aplikasi media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan WhatsApp.

Dalam jangka panjang, peluang pertumbuhan untuk perdagangan daging sapi diperkirakan tetap besar meski ada ketidakpastian geopolitik dan ekonomi. Adapun, hubungan kedua negara yang telah lama berlangsung memiliki posisi yang ideal untuk menjadi daya ungkit bagi industri.

Pasar daging sapi Indonesia juga diperkirakan semakin berkembang. Terlebih lagi, Indonesia dan Australia memiliki Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) sehingga sejumlah tarif dan persyaratan kuota ditiadakan.

Dari Restoran ke Toko Online

Salah satu pengusaha restoran yang beralih ke bisnis daging online adalah Chef Afit, Founder Holycow! Menurutnya, pandemi Covid-19 betul-betul memukul bisnis restoran. Pukulan itu dirasakannya bahkan sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlaku.

“Begitu Presiden Jokowi mengumumkan dua pasien positif Covid-19 pertama pada 2 Maret 2020, hari itu juga tidak ada tamu yang datang untuk makan malam," kata dia dalam diskusi online, Selasa (5/5) lalu.

Untuk mempertahankan usahanya, Afit kemudian membuat produk siap masak. Daging steak dimarinasi, kemudian dikemas rapat dengan plastik vakum dan dijual secara online dalam kondisi beku.

Untuk mendistribusikan daging steak tersebut, ia bekerja sama dengan beberapa marketplace seperti Tokopedia dan Shopee. Sedangkan opsi pengantaran instan dilakukan dengan menggandeng Gojek dan Grab dari gerai-gerai Hollycow untuk memastikan produk masih segar saat diterima konsumen.

Menurut Afit, daging beku dapat bertahan hingga 1 tahun di dalam freezer. Sedangkan daging yang telah dimarinasi menurutnya dapat bertahan hingga sepekan di dalam lemari pendingin.

Tak hanya menjual daging yang telah berbumbu, Afit juga melengkapinya dengan pilihan saos kemasan. “Memasaknya sangat mudah, bahkan bisa dengan penggorengan biasa. Dan ini cukup diminati,” katanya.

Reporter: Rizky Alika