Pandemi Covid-19 mengancam ketahanan pangan Indonesia. Dengan demikian, antisipasi krisis pangan pasca pandemi harus terus digencarkan.
Pandemi Covid-19 memukul perekonomian pelbagai negara, tak terkecuali di Indonesia. Dampak paling nyata dari resesi ekonomi adalah meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.
Sektor pangan dapat menjadi salah satu tumpuan upaya mendukung pemulihan ekonomi nasional. Bahkan, dalam situasi sekarang, peran pangan semakin strategis. Badan Pangan Dunia (FAO) pun memperingatkan soal kemungkinan terjadinya krisis pangan dunia akibat Covid-19, yang berpotensi mengganggu stabilitas.
Menyadari kondisi tersebut, pemerintah pun terus membangun infrastruktur pendukung Pertanian. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan dalam mencapai ketahanan pangan diperlukan infrastruktur yang memadai.
"Ini mengingat adanya perubahan iklim yang mempengaruhi lahan pertanian bahkan yang bukan pertanian sehingga mempengaruhi produksi pangan," ujar Basuki dalam Jakarta Food Security Summit atau JFSS-5, Rabu (18/11).
Maka dari itu, infrastruktur yang akan dikebut guna mencapai ketahanan pangan yakni yang berhubungan dengan ketersediaan air. Alasannya, air merupakan hal penting dalam siklus pertanian.
Basuki menyebutkan, salah satu infrastruktur tersebut yakni lahan irigasi. Irigasi di Indonesia biasa dikembangkan menjadi irigasi permukaan, rawa, air tanah, dan pompa.
Di Indonesia, total luas daerah irigasi tercatat 9,13 juta hektare. Untuk irigasi permukaan, air tanah, dan pompa berjumlah 7,3 juta hektare. Secara perinci, irigasi permukaan 7,14 juta hektare, irigasi air tanah 113.600 hektare, dan irigasi pompa 44.230 hektare.
Berikut adalah Databoks berisi catatan perbaikan irigasi di Indonesia:
Sementara itu, Basuki menuturkan bahwa terdapat pula irigasi dari rawa yang sudah dikembangkan yaitu 1,83 juta hektar. "Namun sebenarnya potensi rawa yang bisa dikembangkan sekira 3,1 juta," kata Basuki.
Ke depan, target pembangunan irigasi dan rawa pada 2020-2024 yakni pembangunan irigasi padi dan non-padi 500 ribu hektare, rehabilitasi jaringan irigasi dan rawa 2,5 juta hektare, serta pembuatan canal blocking pada kawasan rawa untuk antisipasi kebakaran hutan dan lahan. Target tersbeut akan dicapai melalui pembentukan dan operasional kelembagaan pengelola irigasi di 100 daerah iirgasi serta pemasangan dan pemantauan air melalui water accounting di 46 daerah irigasi.
Tak hanya irigasi, pembangunan bendungan juga turut dikebut dalam mencapai ketanan pangan. Pada tahun 2015-2019, pemerintah menargetkan 65 bendungan bisa dibangun, namun baru tercapai 61 bendungan yang sudah terkonstruksi.
Dari 61 bendungan tersebut, dia menyebut sudah ada 16 bendungan yang selesai dan masih ada 45 bendungan yang masih dalam tahap pembangunan. Adapun bendungan yang belum selesai sempat terkendala permasalahan lahan dan diharapkan selesai seluruhnya pada 2024.
Selain itu, Basuki menyampaikan bahwa sedang dicanangkan pengembangan kawasan food estate di Kalimantan Tengah dan Humbang Hasundutan. Adapun terdapat luas potensial sebesar 165 ribu hektare yang bisa dijadikan kawasan food estate yang terdiri dari kondisi irigasi baik 28 ribu hektare dan kondisi rehab dan peningkatan 2020-2021 17 ribu hektare. Sementara di Humbang Hasundutan seluas 4.016 hektar.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menilai penyediaan infrastruktur dalam mencapai ketahanan pangan sangat diperlukan. Namun, pendekatan suplai infrastruktur tersebut tidak perlu banyak melibatkan dunia usaha terlebih dahulu.
Lebih lanjut, hal tersebut agar infrastruktur yang disiapkan bisa cepat merespons kebutuhan ekonomi. "Tapi kalau suplai sudah banyak barulah melakukan pendekatan usaha," ujar Sofyan dalam kesempatan yang sama.
Selain infrastruktur, pendekatan birokrasi guna mencapai ketahanan pangan dinilai Sofyan turut diperlukan. Dengan demikian, Undang-Undang Cipta Kerja dianggap akan mendukung pencapaian tersebut.