Pengamat: Mobil Listrik Makin Tak Terjangkau Jika Pajaknya Dinaikkan

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Karyawan melakukan pengisian daya pada mobil listrik BMW i3s di kawasan Meruya, Jakarta, Jumat (2/10/2020).
Penulis: Happy Fajrian
18/3/2021, 10.40 WIB

Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap kendaraan listrik. Padahal, kendaraan listrik baru mulai berkembang di Indonesia dengan penjualannya dan infrastruktur pendukung yang masih sangat terbatas.

Menurut pakar otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu, hal ini nantinya bisa saja mempengaruhi minat masyarakat terhadap mobil listrik, karena harus mengeluarkan biaya lebih untuk membeli kendaraan energi terbarukan tersebut.

"Usulan PPnBM kendaraan listrik mau dinaikkan, padahal EV belum juga mulai memasyarakat. Ini bisa mengacaukan program pemasyarakatan kendaraan listrik, tampaknya akan berdampak bukan saja pada mobil tetapi juga sepeda motornya," kata Yannes seperti dikutip dari Antara, Kamis (18/3).

Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa program memopulerkan kendaraan listrik sangat tergantung dengan kebijakan pemerintah.

"Karena, sesungguhnya, program pemasyarakatan kendaraan listrik itu kan adalah program dari pemerintah, bukan murni dorongan dari pasar, atau dorongan dari para pelaku otomotif di Indonesia," ujar Yannes.

Simak total penjualan mobil listrik berbasis baterai di Indonesia pada databoks berikut ini:

Ekonom sekaligus peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho berpendapat bahwa rencana tersebut bisa membuat suatu kebingungan, baik untuk masyarakat maupun pemerintah sendiri.

"Rancu, ya. Karena sebelumnya PPnBM berdasarkan gas emisi buang diaturnya, dan untuk EV, (emisi gas buangnya) kecil. Saya rasa kalau pun dinaikkan dan ditetapkan di PPnBM, ini menjadi suatu kebingungan pemerintah," kata Andry.

Sebelumnya tarif PPnBM untuk kendaraan listrik telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 yang mengatur bahwa penghitungan PPnBM kendaraan bermotor tidak lagi mengacu pada bentuk kendaraan, melainkan besaran emisi atau efisiensi bahan bakar.

Rencana untuk menaikkan PPnBM untuk kendaraan listrik juga dinilai akan membuat masyarakat berpikir ulang untuk membeli mobil listrik, dan bukan tidak mungkin kalau kendaraan ini malah terasa semakin "jauh" bagi masyarakat kalangan menengah.

"Insentif-insentif dibuat agar masyarakat mulai beralih ke EV, tapi pertanyaannya, sekarang siapa yang mengonsumsi EV, dan berapa harganya di Indonesia? Pasti mempengaruhi minat, karena cost-nya yang diterima lebih besar," kata Andry.

Di sisi lain, infrastruktur mobil listrik juga belum masif. Charging station dan aftersales service belum banyak, dan masih dikonsumsi masyarakat menengah ke atas.

Industri otomotif pun merespons rencana pemerintah untuk mengubah besaran tarif PPnBM kendaraan listrik. Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto mengatakan insentif untuk kendaraan listrik berbasis baterai menyesuaikan dengan apa yang sudah diatur dalam PP 73/2019.

Sementara itu, Toyota Astra Motor (TAM), yang saat ini memiliki empat model mobil ramah lingkungan berjenis hybrid dan PHEV, menyatakan akan mendukung kebijakan pemerintah untuk program elektrifikasi.

Anton juga mengkonfirmasi bahwa TAM sedang mempersiapkan Bali Project untuk meluncurkan mobil listrik terbarunya, Toyota Coms atau T-Coms di Nusa Dua, Bali, tahun ini.

Anton berharap pemerintah akan memberikan dukungan penuh untuk produksi lokal dari line-up tersebut. “Line-up ini akan diperkenalkan menyesuaikan dengan kondisi pasar Indonesia,” kata Anton kepada Katadata.co.id.

Rencana kenaikan tarif PPnBM terhadap kendaraan listrik sebelumnya disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Usulan tersebut dipicu strategi pemerintah dalam pengembangan kendaraan bermotor dan di adanya ketertarikan investor mengembangkan kendaraan listrik di Indonesia.

"Investor mengharapkan ada perbedaan antara full baterai dengan yang hybrid," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (15/3).

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi