PMI Indonesia Lampui Cina-Jepang, Manufaktur Diyakini Terus Menggeliat

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Pekerja memantau proses produksi tisu basah di PT The Univenus Cikupa, Tangerang, Banten, Rabu (11/11/2020).
Penulis: Maesaroh
1/11/2021, 20.09 WIB

Purchasing Managers’ Index PMI) Manufaktur Indonesia melesat ke level  57,2 di bulan Oktober 2021,  yang menandai makin ekspansifnya sektor manufaktur. Sektor tersebut diperkirakan masih akan menggeliat di bulan-bulan mendatang.

Level PMI 57,2 di bulan Oktober adalah yang tertinggi dalam sejarah Indonesia.  PMI Manufaktur Indonesia bahkan melebihi yang dicatatkan  negara manufaktur dunia, seperti India (55,9), Vietnam (52,1), Jepang (53,2), Rusia (51,6), Cina (50,6), dan Korea Selatan (50,2).

“Kami yakin kondisi sektor manufaktur yang ekspansif dapat dipertahankan, bahkan meningkat, karena perusahaan industri sudah kembali memacu produktivitas. Hal ini juga diperkuat dengan kondisi kesehatan masyarakat yang makin kondusif,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangannya, Senin (1/11).

 Dia menambahkan performa gemilang sektor industri manufaktur ini merupakan hasil sinergi antara pemerintah dengan seluruh pemangku kepentingan terkait upaya pemulihan ekonomi.

“Artinya, kebijakan yang ditempuh dalam pengembangan industri di masa pandemi ini sudah berada di jalur yang benar, misalnya pemberian insentif fiskal dan nonfiskal yang dapat menigkatkan permintaan dan mengembalikan utilisasi,” tuturnya.

Mantan Menteri Sosial tersebut mengatakan melesatnya PMI Manufaktur di bulan Oktober juga mencerminkan makin optimisnya dunia usaha terhadap prospek ekonomi ke depan.

“Kepercayaan diri dan daya adaptasi industri di masa pandemi terlihat dari bangkitnya kembali PMI manufaktur Indonesia ke level ekspansif sejak November 2020 dan terus menguat hingga Oktober 2021,” katanya.

 Dalam beberapa tahun,  sektor manufaktur menunjukan ttren pertumbuhan yang positif. Hal Ini terlihat dari kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) yang selalu meningkat dan nilai investasi sektor manufaktur yang selalu bertambah.

Juga, kontribusi ekspor yang selalu dominan dalam struktur ekspor nasional, jumlah tenaga kerja yang bertambah, dan resiliensi yang tinggi terhadap gejolak lingkungan termasuk krisis.

“Ini sekaligus menepis pandangan bahwa tengah terjadi deindustrialisasi di Indonesia,” ujarnya.

Sebagai catatan,  PMI Indonesia sempat berada di bawah level 50 sepanjang Maret 2020 hingga Oktober 2020, kecuali pada bulan Agustus 2020 di mana PMI sempat menyentuh level 50,8.

  PMI Indonesia bahkan menyentuh level terendah sepanjang sejarah pada April 2020 dengan angka hanya mencapai 27,50 poin.

PMI Mulai membaik menjelang awal tahun 2021 dan bahkan mencapai rekor baru di Mei tahun ini di level 55,3.

 Namun, PMI Indonesia turun ke level 53,50 di bulan Juni 2021 karena lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Delta.

PMI terkontraksi pada dua bulan setelahnya di Juli sebesar 40,1. dan  43,7 di bulan Agustus. PMI kembali ke level ekspansif pada September yakni ke level 52,2 setelah adanya sejumlah pelonggaran.

“Angka tersebut menggambarkan kondisi usaha yang terus membaik di seluruh sektor manufaktur Indonesia. Penurunan kasus Covid-19 yang berakibat pada pelonggaran pembatasan aktivitas disinyalir telah menyebabkan peningkatan aktivitas sektor manufaktur bulan Oktober”, ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam siaran pers, Senin (1/11).

 Berdasarkan laporan IHS Markit, PMI Manufaktur di bulan Oktober melonjak karena adanya kenaikan output dan permintaan baru seiring dengan membaiknya situasi Covid-19.

Permintaan ekspor baru masih mengalami kontraksi karena adanya gangguan pandemi dan hambatan pengiriman (shipping) yang terus mempengaruhi permintaan ekspor.

Permintaan yang menguat membuat perusahaan manufaktur memperluas kapasitas operasi dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja untuk pertama kali dalam empat bulan.

Berdasarkan laporan mereka, sentimen bisnis secara keseluruhan membaik didorong harapan atas terus memulihnya situasi Covid-19. 

Febrio menambahkan pemerintah harus terus mempertahankan kerja kerasnya terkait penanganan Covid-19 dan vaksinasi agar kasus terus terkendali, terutama dengan adanya libur Natal di depan.

"Kerja sama masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan juga harus terus didorong untuk mendukung pemulihan sektor manufaktur lebih lanjut,” tuturnya.