Mendag Ungkap Modus Mafia Minyak Goreng, Diekspor dan untuk Industri

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.
Menteri Perdagangan M Lutfi mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VI DPR di komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). Dalam rapat tersebut M Lutfi memberikan penjelasan terkait persoalan minyak goreng serta soal dihapusnya Harga Eceran Tertinggi (HET).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
17/3/2022, 19.41 WIB

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menduga mafia minyak goreng (migor) beroperasi di tiga kota besar, yakni Surabaya, Medan, dan Jakarta. Ketiga daerah tersebut merupakan kawasan industri dan dekat pelabuhan.

Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi menyampaikan dugaan ini lantaran kesenjangan antara data penyaluran minyak goreng hasil aturan kewajiban pasok minyak sawit mentah ke pasar domestik (DMO) dan realisasi pasokan di lapangan.

"Deduksi kami, ini ada orang-orang yang mengambil kesempatan di dalam kesempitan dan di tiga kota ini ada industri di sana," kata Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (17/3).

Beberapa industri memang membutuhkan bahan baku minyak sawit. Kemungkinan praktik ini dilakukan industri menengah lantaran industri besar memiliki ketentuan migor khusus. "Perusahaan besar tidak mungkin karena ada spesifikasi sendiri, kualitas yang diminta juga berbeda," kata Lutfi. 

Selain penyelewengan ke industri, Lutfi menduga modus penyelundupan minyak goreng ke pasar ekspor. Para penyelundup bakal mendapatkan keuntungan besar karena perbedaan harga hingga Rp 8 ribu per liter antara minyak goreng hasil DMO dan migor di pasar ekspor.

Disparitas harga domestik dan internasional semakin melebar, kata dia, karena kebijakan DMO telah berhasil menurunkan harga migor kemasan sebesar 18,9% menjadi Rp 16.965 per liter, sedangkan migor curah susut 10,1% menjadi Rp 15.583 per liter.

"Satu tongkang bisa (mengangkut) 1 juta liter. Jadi, kalau ini pelabuhannya keluar dari pelabuhan rakyat, nilainya (keuntungan yang didapatkan sampai) Rp 9 miliar," kata Lutfi.

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pun menemukan indikasi tiga perusahaan menyelundup minyak goreng ke pasar ekspor.

 Kemendag mendata telah menerima migor hasil DMO sebesar 720,61 ribu ton pada 14 Februari - 16 Maret 2022. Adapun, sebanyak 551,06 ribu ton telah tersalurkan. Tapi, terdapat kelangkaan pasokan minyak goreng.

Berdasarkan data Kemendag, sebagian besar provinsi yang masih kekurangan minyak goreng di bagian timur Indonesia. Pulau dengan ketersediaan migor yang melebihi kebutuhan yakni Pulau Jawa.

Secara total, telah ada 17 provinsi yang telah memiliki pasokan migor lebih dari kebutuhan. Namun, ketersediaan migor secara riil di Jawa Timur, Jakarta, dan Sumatra Utara masih minim.

Sementara itu, lima provinsi teratas dengan realisasi distribusi volume migor DMO tertinggi adalah Jawa Barat (97,7 juta liter), Jawa Timur (91,89 juta liter), DKI Jakarta (85 juta liter), Sumatra Utara (60,42 juta liter), dan Jawa Tengah (55 Juta liter). Dengan kata lain, mafia migor DMO tercatat di tiga dari lima provinsi dengan saluran migor terbanyak.

Lutfi mencatat Medan telah mendapatkan 25 juta liter migor curah hasil DMO. Sementara itu, jumlah penduduk di Kota Medan hanya mencapai 2,5 juta. Namun, migor di pasar tradisional dan ritel modern di Paris Van Sumatra tidak ditemukan. "Hal ini berlaku di seluruh provinsi Sumatra Utara, Jawa Timur, dan DKI Jakarta," kata dia.

Lutfi menyatakan Kemendag tidak bisa melawan perilaku menyimpang tersebut lantaran tertahan aturan terkait kontribusi Kemendag dalam Satuan Tugas (Satgas) Pangan. Selain Kemendag, anggota Satgas Pangan lainnya adalah Kementerian Pertanian dan Kepolisian.

Dia telah menyerahkan data pihak-pihak yang diduga menjadi mafia tersebut kepada pihak Kepolisian. "Mafia inimembuat keadaan industri migor kritis dan mendesak," kata Lutfi.

Reporter: Andi M. Arief