Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengimbau kepada pelaku industri untuk tidak menggunakan BBM solar subsidi seperti Biosolar dalam proses produksi, pembangkit listrik, atau transportasi angkutnya. Tujuannya agar pasokan BBM subsidi tersebut tepat sasaran atau dapat memenuhi kebutuhan yang berhak.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah meminta masing-masing direktorat di lingkungan Kemenperin untuk mengimbau kepada seluruh sektor binaannya agar tidak menggunakan BBM bersubsidi.
"Kalau perusahaan industri masih menggunakan BBM bersubsidi, akan ada sanksi tegas," kata Agus di Jakarta, Senin (11/4).
Merujuk data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), kebutuhan solar di sektor industri untuk mendukung proses produksi dan pembangkit listrik terus meningkat. Pada 2021, kebutuhan solar untuk produksi sebanyak 8,4 miliar liter, meningkat drastis dari 214,9 juta liter di 2019.
Agus meyakini, sektor industri binaan Kemenperin dapat mematuhi peraturan yang berlaku terkait penggunaan solar, yaitu Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Perpres tersebut menyebutkan solar merupakan jenis BBM tertentu yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Pemerintah mengatur penyediaan dan pendistribusiannya. Pemerintah mengatur batasan volume penyaluran (kuota) yang diatur oleh Badan Pengatur Hilir Migas.
Selain itu, BBM tertentu jenis solar dikenakan aturan wajib dicampur dengan Biodiesel FAME dengan komposisi 30% (B30). Selisih harga pencampurannya ditanggung oleh BPDP Kelapa Sawit, sesuai dengan Perpres No 66 Tahun 2018. Dengan demikian, industri harus menggunakan BBM diesel khusus untuk industri yang skema pendistribusiannya berbeda dengan solar bersubsidi.
"Terdapat perbedaaan spesifikasi BBM industri dengan BBM Solar atau B30 bersubsidi yang apabila dipaksakan digunakan akan merusak mesin industri," lata Agus.
Kepolisian RI bekerja sama dengan Penyidik PNS (PPNS) yang terkait akan melakukan pengawasan penggunaan BBM jenis tertentu yang diberikan subsidi. Khusus untuk kegiatan ekspor ilegal BBM jenis solar, telah dibentuk Satuan Tugas Anti-Illegal Export BBM Solar di bawah Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi.
Tim ini menyatukan langkah pengamanan perbatasan dari penyalahgunaan BBM solar untuk kegiatan yang melawan hukum. Satgas khusus ini beranggotakan kementerian terkait, Kepolisian RI, TNI Angkatan Laut, Mabes TNI, hingga Badan Keamanan Laut.
Kuota retail solar subsidi tahun 2022 yang ditetapkan untuk disalurkan Pertamina hanya sebesar 14,05 juta kilo liter (KL), turun sekitar 5% dari tahun sebelumnya. Namun, permintaan solar subsidi ini diprediksi naik hingga 16 juta KL atau ada peningkatan 14% dari kuota.