Pemerintah akan mengakhiri program subsidi minyak goreng curah pada 31 Mei 2022. Hal ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Perubahan Ketiga Permenperin No. 8-2022 tentang Terminasi Program Penyediaan Minyak Goreng Curah Bersubsidi.
Untuk menjaga ketersediaan minyak goreng curah di dalam negeri, pemerintah akan kembali memberlakukan aturan kewajiban pasar domestik (DMO) dan kewajiban harga domestik (DPO) pada Juni 2022.
Aturan DMO dan DPO minyak goreng curah akan tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 33-2022. Adapun, aturan ini akan terintegrasi dengan aplikasi Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah)
"Simirah tetap digunakan baik untuk menghitung (kuota) perijinan ekspor maupun memfasilitasi industri dalam melaksanakan proses produksi," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (24/5).
Pada program subsidi minyak goreng curah yang diterapkan sebelumnya, produsen, distributor, dan pengecer wajib terdaftar dalam Simirah buatan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dengan demikian, produsen minyak goreng curah bisa mengklaim subsidi terhadap selisih harga minyak sawit mentah (CPO) antara harga pasar dan harga keekonomian ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Aturan tersebut kini akan diganti oleh penerapan DMO dan DPO. Namun, Putu belum mengetahui aturan teknis dari DMO dan DPO yang akan berlaku.
Tujuan aturan DMO terbaru adalah memastikan ketersediaan minyak goreng curah atau bahan baku minyak goreng curah sebanyak 10 juta ton di dalam negeri. Dengan kata lain, kebijakan DMO akan memastikan ketersediaan minyak goreng hingga tiga kali lipat dari kebutuhan nasional pada kondisi normal atau sekitar 3 juta ton.
Hal ini berbeda dengan aturan DMO sebelumnya yang tertuang dalam Permendag No. 8-2022 yang meminta eksportir untuk menyisihkan 20% dari volume ekspor bagi pasar dalam negeri. Sedangkan DPO yang ditetapkan senilai Rp 9.200 per Kg untuk CPO dan Rp 10.200 untuk olein.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan pihaknya sedang menyusun formulasi DMO dan DPO terbaru. Aturan DMO dan DPO akan terintegrasi dengan sistem Indonesia National Single Window (SINSW). Adapun, penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) akan diterbitkan secara otomatis oleh SINSW.
Penerbitan PE dapat terjadi jika eksportir telah patuh dengan aturan DMO seperti yang tercatat pada SNISW. Eksportir akan langsung mendapatkan kuota ekspor setelah melaporkan realisasi distribusi DMO kepada SINSW.
Besaran DMO akan diatur secara berkala oleh Kemendag. Itu berarti, besaran DMO dan DPO akan dinamis menyesuaikan kondisi di pasar.
Menurut Oke, salah satu langkah baru dalam aturan tersebut adalah pengawasan distribusi yang lebih ketat. Distributor nantinya akan diawasi dengan sistem yang menyertakan nomor induk penduduk (NIK) sebagai faktor pelacak. Sistem tersebut akan mengadopsi sistem pelacakan yang digunakan dalam aplikasi PeduliLindungi besutan Kementerian Informasi dan Komunikasi.
"Kalau (pakai) NIK, maka dia (distributor) beli di beberapa (distributor) ketahuan, karena kayak PeduliLindungi. Hal-hal seperti itu yang kami sempurnakan," kata Oke.
Mengutip catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), total volume ekspor minyak sawit pada Maret 2022 hanya mencapai 2,01 juta ton, turun 3,14% dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,09 juta ton.