RI Akan Impor 2,9 Juta Ton Garam Tahun Ini, Hanya Diserap 3 Industri
Pemerintah akan mengimpor garam sebesar 2,91 juta ton pada 2022. Impor garam tersebut hanya akan diserap oleh tiga industri yaitu aneka pangan, Chlor Alkali Plant (CAP), serta farmasi dan kosmetik.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian yang dikutip Selasa (9/8), ketiga jenis industri tersebut masih bergantung pada garam impor karena membutuhkan kemurnian tinggi. Garam yang digunakan industri CAP setidaknya membutuhkan kemurnian 95%, sedangkan untuk industri farmasi dan kosmetik harus mencapai 99,99%.
Sementara volume yang bisa digunakan industri makanan minuman dengan tingkat kemurnian minimal 94%. Pasalnya, industri makanan minuman mengharuskan garam yang dipakai terbebas dari unsur calsium magnesium atau CaMg selain memiliki kemurnian minimal 94%.
Berikut alokasi impor garam untuk tiga industri tersebut:
1 Aneka Pangan sebanyak 466.000 ton
2. Chlor Alkali Plant sebanyak 2,44 juta ton
3. Farmasi dan Kosmetik sebanyak 5.146 ton.
Garam Lokal
Sementara kemurnian garam lokal mayoritas hanya berada di level 89%. Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian, Fridy Juwono, mengatakan bahwa kandungan garam lokal banyak mengandung CaMg yang menekan kemurniannya.
Menurut Fridy, tingginya kandungan CaMg dari petambak garam lokal dipengaruhi oleh lama pengeringan garam sebelum panen. Pemusnahan kandungan CaMg dalam garam memerlukan waktu pengeringan setidaknya lebih dari 10 hari, sedangkan masa yang ideal adalah 15-20 hari.
"Di Australia, petani garam mengeringkan garam di atas garam, sedangkan garam yang dipanen adalah yang paling atas atau sudah dikeringkan sampai 1 bulan, jadi garamnya bersih banget," kata Fridy.
Kemenperin menargetkan serapan garam lokal oleh industri pengolah garam dapat mencapai 1,05 juta ton pada tahun ini. Namun demikian, pergeseran musim kemarau membuat volume garam yang dapat diserap industri pengolah garam tidak jauh berbeda dengan capaian 2021.
Berdasarkan data Kemenperin, total garam lokal yang diserap oleh industri pengolah garam pada tahun lalu adalah 767.611 ton. Rendahnya volume serapan garam lokal tersebut disebabkan oleh bergesernya musim kemarau dari Mei-November menjadi Agustus-November.
"Tahun ini kayaknya serapan garam lokal oleh industri pengolah garam hampir sama dengan tahun lalu. Kemarin rapat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, maksimal serapan garam lokal oleh industri pengolahan hanay 1 juta ton," kata Fridy.
Fridy mengatakan puncak serapan garam lokal oleh industri pengolah garam terjadi pada 2019 atau mencapai 1,5 juta ton. Menurutnya, serapan garam lokal oleh industri tidak pernah lebih besar dari 1 juta ton sejak 2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor garam Indonesia pada 2021 mencapai US$107,52 juta dengan volume 2,83 juta ton. Nilai impor tersebut naik 13,7% dibanding tahun sebelumnya, yang sebesar US$94,5 juta dengan volume 2,6 juta ton.