Kinerja Industri Keramik Turun 5% Imbas Pelemahan Rupiah

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Pekerja menyelesaikan pembuatan keramik lantai bermotif di Keniten, Tamanmartani, Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta.
28/10/2022, 12.29 WIB

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS berdampak terhadap industri keramik yang menggunakan bahan baku impor. Pasalnya, pelemahan rupiah menyebabkan bahan baku impor menjadi mahal.

Ketua umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga, mengatakan bahwa 60% biaya industrinya dipengaruhi oleh nilai tukar rupaih terhadap dolar AS. Biaya industri tersebut meliputi bahan baku hingga energi.

"Untuk gas saja, 30% harus bayar dalam dolar AS. Tentu saja pelemahan rupiah berdampak sekali pada industri keramik," kata Elisa kepada Katadata.co.id, pada Kamis (27/10).

Elisa mengatakan, depresiasi rupiah mencapai 12 % sejak awal tahun. Hal itu menyebabkan kenaikan biaya produksi industri keramik mencapai hingga 7% sehingga kinerjanya menurun 5% pada September 2022.

"Tren kenaikan kinerja industri sebenarnya sudah ada sekitar 10-15% pada Agustus. Tapi di September ini ada penurunan sedikit, ini yang mau kita jaga," ujarnya.

Selain pelemahan rupiah, penurunan kinerja industri keramik disebabkan karena sejumlah proyek, yang membutuhkan keramik, sedang tertahan.

Kinerja industri keramik hadapi ancaman resesi

Elisa optimistis industri keramik akan tetap tumbuh meskipun berada di bawah ancaman resesi global pada 2023. Hal itu karena permintaan masih cukup besar.

“Kapasitasnya sekarang masih cukup. Masih aman, kapasitas pabrik kita masih 85%, bahkan kita masih ada spare waktu untuk meningkat,” ujarnya.

Menanggapi ramainya PHK di sektor padat karya, Elisa mengatakan bahwa industri keramik saat ini belum ada yang menerapkan kebijakan tersebut. Namun demikian, ada beberapa industri keramik yang melakukan perpindahan kepemilikan.

 “Walaupun beberapa industri keramik pindah kepemilikannya, tapi industrinya masih terjaga. Artinya industri berjalan, tingkat karyawannya masih terjaga. Memang industri yang lain sangat berpengaruh, namun kita tidak berpengaruh banyak,” ujar Elisa.

 Dia mengatakan, ekspor industri keramik hingga saat ini masih terjaga di kisaran 15-17% dari total produksi. Namun jika dibandingkan kinerja ekspor pada 2015-2016, jumlahnya menurun hingga 10%. Pada tahun tersebut, dapat melakukan ekspor hingga mencapai 25%. 

 “Penurunan ekspor terjadi karena adanya penurunan energi dan Covid-19. Kita berharap bisa bertumbuh suatu saat, sehingga kita bisa mencapai ke 25% seperti di tahun 2015 dan 2016,” ungkap Elisa.

 Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menyatakan sudah ada puluhan hingga ratusan ribu karyawan manufaktur yang terkena pemutusan hubungan kerja tahun ini. Pemutusan hubungan kerja atau PHK terjadi pada sektor padat karya yang berorientasi pada ekspor, khususnya Amerika Serikat dan Eropa.

Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo, Anton J. Supit, mengatakan bahwa pemutusan hubungan kerja disebabkan oleh permintaan ekspor yang menurun. Tiga industri yang secara terbuka menyatakan sudah terdampak yaitu industri garmen dan sepatu.

"Ini tidak bicara pasar dalam negeri. Namun industri garmen dan sepatu mengalami masalah karena order ekspor menurun,"ujar Anton kepada Katadata.co.id, Kamis (27/10).

Dia mengatakan, permintaan ekspor industri alas kaki atau sepatu menurun hingga 50%. Sementara permintaan ekspor industri garmen turun hingga 30%.

"Situasi seperti ini diperkirakan akan terus terjadi hingga akhir 2023. Kita betul-betul kalau tidak ada order akan sagat berat mempertahankan pekerja,"ujarnya.

Namun demikian secara keseluruhan. industri manufaktur masih ekspansif. Hal itu ditandai oleh kenaikan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2022 menjadi 53,7 dari 51,7 pada Agustus. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak Januari.

Reporter: Nadya Zahira