Dituduh Dalang Kerusuhan dan Dicap Teroris oleh Trump, Apa itu Antifa?

ANTARA FOTO/REUTERS/Patrick T. Fallon/aww/cf
Warga berdiri di atas mobil polisi yang terbakar saat protes atas kematian George Floyd saat ditahan polisi Minneapolis, di Los Angeles, California, Amerika Serikat, Sabtu (30/5). Presiden AS Donald Trump menuding kelompok Antifa berada di balik aksi protes dan rusuh tersebut.
Penulis: Sorta Tobing
1/6/2020, 12.34 WIB

“Argumennya, militan anti-fasisme membela diri dari kekerasan yang dilakukan oleh kaum fasis, terutama kepada orang-orang terpinggirkan,” ucap Mark Bray, dosen sejarah di Dartmouth College dan penulis Antifa: The Anti-Facist Handbook.

Gerakan ini melakukan pengorganisasian masyarakat dengan damai. Tapi mereka percaya kekerasan dapat dibenarkan karena jika kelompok rasis atau fasis dibiarkan dengan bebas, pasti menghasilkan kekerasan terhadap warga minoritas.

(Baca: Twitter Sembunyikan Kicauan Trump soal Pembunuhan George Floyd)

Demonstrasi menuntut keadilan atas kematian George Floyd di AS.  (ANTARA FOTO/REUTERS/Eric Miller/wsj/cf)

Bagaimana Sejarah Antifa?

Kamus Merriam-Webster mengatakan kata antifa pertama kali dipakai pada 1946 dan dipinjam dari frasa Jerman. Orang yang berada dalam kelompok ini berarti oposisi terhadap Nazisme.

Tapi ada pula yang berpendapat, Antifa telah muncul sebelum itu. Ketika diktator Italia Benito Musolini berkuasa di bawah Partai Fasis Nasional pada pertengahan 1920an, gerakan anti-fasis muncul di negara itu hingga AS.

Pada 1970-an dan 1980-an, Antifa muncul kembali untuk menentang supremasi kulih putih. Di Inggris, kemunculannya terlihat pada skena punk dan skinhead. Di Jerman, ketika tembok Berlin runtuh, kaum muda kiri pun muncul. Mereka ini dianggap kaum anarkis dan penggemar punk, serta melawan kelompok neo-Nazi.

Kelompok Antif modern mulai muncul ketika Trump berkuasa pada 2016. Mereka muncul untuk melawan kelompok Alt-Righ, yang sangat mendukung kebijkan Trump dan supremasi kulit putih.

(Baca: Bursa Asia Menguat meski Investor Khawatir Kerusuhan di AS)

Demonstran yang tertangkap polisi dalam aksi unjuk rasa menuntut kematian atas kematian George Floyd di AS. (ANTARA FOTO/REUTERS/Patrick T. Fallon/wsj/cf)

Bagaimana Politisi Melihat Antifa?

Gerakan ini mengundang banyak kritik baik dari kelompok kiri dan kanan AS. Ketua Senat AS dari Partai Demokrat Nancy Pelosi mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan Antifa dan mengatakan mereka harus ditangkap pada Agustus 2017.

Profesor sejarah New York University Ruth Ben-Ghiat yang mempelajari fasisme mengaku khawatir dengan metode gerakan tersebut. Pasalnya, keinginan membuat kesetaraan untuk semua orang terlihat palsu karena membungkam kekerasan di sebelah kiri dengan serangan ke kanan.

Militansi di sebelah kiri dapat menjadi pembenaran bagi mereka yang berkuasa dan sekutu di sebelah kanan untuk menindak. “Dalam situasi ini, kiri atau Antifa, secara historis ditempatkan pada situasi mustahil,” ujar Ben-Ghiat.

Dalam rentang waktu 2010 sampai 2016, sebanyak 53% serangan terorisme di AS dilakukan oleh ekstremis agama, 35% eketremis kanan, dan 12% ekstremis sayap kiri, menurut penelitian University of Maryland.

(Baca: 25 Kota di AS Berlakukan Jam Malam Akibat Meluasnya Kerusuhan)

Halaman: