Ekspor Tiongkok melesat bulan lalu meski pada saat yang sama Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur negara tersebut anjlok ke zona kontraksi. Kinerja ekspor yang membaik meredakan kekhawatiran bahwa penyebaran Covid-19 varian Delta dapat menghambat pemulihan ekonomi Tiongkok.
Berdasarkan statistik bea dan cukai yang dirilis Selasa (7/9), nilai ekspor Agustus tercatat US$ 294,3 miliar, melonjak 25,6% dari capaian tahun lalu. Capaian tersebut juga lebih tinggi dari pertumbuhan tahunan 19,3% pada Juli. Termasuk melampaui hasil survei Reuters yang memperkirakan ekspor Agustus naik 17,1%.
"Sementara hambatan jangka pendek tetap ada, kendala pasokan di China telah mereda dan kami pikir pemulihan ekonomi global akan terus menopang ekspor China pada akhir tahun ini dan pada 2022," kata Kepala Ekonomi Asia Oxford Economics Louis Kuijs seperti dikutip dari Reuters, Selasa (7/9).
Kenaikan ekspor Tiongkok terjadi secara luas pada seluruh jenis barang. Pembalikan atau rebound, antara lain terjadi pada barang-barang konsumen seperti elektronik, furnitur dan produk rekreasi. Hal ini mengindikasikan pengecer di negara mitra ekspor utama Tiongkok mulai meningkatkan konsumsi menjelang musim belanja Natal dan akhir tahun.
Ekonom memperkirakan ekspor Tiongkok dalam beberapa bulan ke depan masih akan melanjutkan kenaikan. Hal ini dipengaruhi adanya hambatan pengiriman beberapan bulan lalu yang membuat sejumlah barang baru akan dikirim beberapa bulan mendatang. Beberapa pabrik kabarnya telah menerima pemesanan penuh hingga tahun depan.
"Saya pikir pertumbuhan ekspor Tiongkok yang kuat diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun ini (sekitar Natal) atau bahkan hingga awal tahun depan," kata Meng Xianglong, pendiri Heji Trade & Credit Research Center yang berbasis di kota pelabuhan Ningbo.
Terminal Meishan di Pelabuhan Ningbo yang merupakan pelabuhan peti kemas terbesar kedua di Tiongkok mengalami kemacetan karena baru dibuka kembali bulan lalu usai ditutup selama dua minggu akibat kasus Covid-19. Kondisi ini memberi tekanan lebih lanjut pada rantai pasokan global yang sudah berjuang dengan kekurangan kapal kontainer dan harga bahan baku yang tinggi.
Tiongkok belum terkalahkan sebagai negara eksportir terbesar di dunia. Mengutip statista.com, nilai ekspor Negeri Panda ini mencapai US$2.591,12 miliar pada tahun lalu atau hampir dua kali lipat nilai ekspor Amerika Serikat.
Impor juga melonjak 33,1% menjadi US$ 236 miliar, melampaui survei Reuters 26,8%. Kenaikan impor terutama didorong harga komoditas yang masih tinggi serta efek anjloknya nilai impor tahun lalu saat gelombang pertama Covid-19.
Impor batu bara China pada Agustus naik 35,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu karena pasokan domestik yang ketat dan permintaan yang kuat. Sementara impor bijih besi juga meningkat untuk pertama kalinya dalam lima bulan.
Tiongkok mencatat surplus perdagangan sebesar U$ 58,34 miliar pada Agustus, lebih tinggi dibandingkan perkiraan jajak pendapat US$ 51,05 miliar. Ini juga lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya US$ 56,58. Surplus perdagangan dengan pesaing utamanya, Amerika Serikat juga ikut naik menjadi US$ 37,68 miliar, dari surplus US$ 35,4 miliar bulan sebelumnya.
Sekalipun neraca dagang terus membaik, ekonom masih memperhatikan sejumlah kekhawatiran terhadap ekonomi Tiongkok. Momentum ekonomi melemah karena wabah Covid-19 yang didorong oleh varian Delta serta kenaikan harga bahan baku. Aktivitas pabrik melambat, serta langkah-langkah yang lebih ketat untuk menjinakkan harga properti, dan kampanye pengurangan emisi karbon juga menimbulkan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi.
Lonjakan kasus Covid-19 telah mendorong penurunan kinerja pabrik-pabrik di Tiongkok. Ini tercermin dari PMI Manufaktur pada Agustus yang turun ke level 49,2 dari bulan sebelumnya 50,3.
Ekonom Senior Caixin Insight Group mengatakan, penurunan PMI Manufaktur pada Agustus tercatat sebagai kontraksi pertama sejak April tahun lalu. “Kemunculan kembali klaster Covid-19 di beberapa wilayah yang dimulai pada akhir Juli telah memberikan dampak negatif pukulan untuk aktivitas manufaktur," kata Wang Zhe dalam rilis IHS Markit, Rabu (1/9).
Selain dari aspek produksi dan konsumsi yang melambat, kinerja distribusi manufaktur Tiongkok juga memburuk. Waktu tunggu barang meningkat ke level tertinggi sejak Februari, tetapi masih solid secara keseluruhan. Selain itu, melambatnya manufaktur mendorong penyerapan tenaga kerja baru yang semakin sedikit.