Rusia Bersiap Membalas Jepang hingga Jerman karena Batasi Harga Minyak

123rf.com
Presiden Rusia Vladimir Putin
Penulis: Desy Setyowati
4/12/2022, 10.52 WIB

Negara G7, Uni Eropa, dan Australia membatasi harga minyak dari Rusia maksimal US$ 60 atau sekitar Rp 936.180 per barel. Rusia pun menyiapkan tanggapan atas kebijakan ini.

Grup Tujuh (G7) terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).

Mereka sepakat bahwa negara non-Uni Eropa bisa terus mengimpor minyak mentah Rusia melalui laut. Namun, negara-negara G7 itu bakal melarang perusahaan pengiriman, asuransi, dan reasuransi menangani kargo minyak mentah Rusia di seluruh dunia, kecuali dijual dengan harga di bawah US$ 60.

Pembatasan harga minyak Rusia tersebut dapat mengurangi pendapatan Kremlin. Kesepakatan tersebut juga bisa mempersulit negara lain membeli minyak mentah Rusia.

Moskow menolak kesepakatan tersebut. “Kami tidak akan menerima (batasan harga minyak tersebut),” kata Rusia dikutip dari Reuters, Sabtu (3/12) waktu setempat.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, Moskow menyiapkan pernyataan atas batasan harga minyak. "Rusia akan melakukan analisis cepat terhadap perjanjian tersebut dan menanggapinya setelah itu,” demikian isi laporan kantor berita Rusia RIA.

Rusia berulang kali mengatakan tidak akan memasok minyak ke negara-negara yang menerapkan batasan tersebut.

Menteri Keuangan Amerika Janet Yellen mengatakan, batas tersebut akan menguntungkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang telah menanggung beban harga energi dan pangan yang tinggi.

"Dengan ekonomi Rusia yang sudah berkontraksi dan anggarannya semakin menipis, batas harga akan segera memotong sumber pendapatan terpenting (Presiden Vladimir) Putin," kata Yellen dalam pernyataan.

Dalam komentar yang dipublikasikan di Telegram, kedutaan Rusia di Amerika Serikat mengkritik kesepakatan tersebut. Kedutaan menyebut kebijakan itu sebagai ‘langkah berbahaya Barat’.

"Langkah-langkah seperti ini pasti akan menghasilkan peningkatan ketidakpastian dan membebankan biaya lebih tinggi untuk konsumen bahan baku," katanya. "Terlepas dari godaan saat ini dengan instrumen yang berbahaya dan tidak sah, kami yakin minyak Rusia akan terus diminati."