Indonesia telah mengusulkan perjanjian perdagangan bebas terbatas (free trade agreement/FTA), dengan Amerika Serikat (AS), yang akan memungkinkan nikel dan komoditas penting lainnya yang digunakan dalam produksi kendaraan listrik untuk dikirim ke AS. Adanya FTA memungkinkan perusahaan Indonesia dalam rantai pasokan kendaraan listrik mendapatkan keuntungan dari kredit pajak AS.
Mengutip ASEAN Briefing, AS meluncurkan panduan baru tentang kredit pajak kendaraan listrik di bawah Undang-undang Pengurangan Inflasi atau Inflation Reduction Act IRA), yang mencakup paket energi bersih senilai US$ 369 miliar.
Berdasarkan IRA, perusahaan memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit pajak sebesar US$ 7.500 jika memenuhi salah satu dari dua kriteria. Pertama, sebanyak 40% mineral yang digunakan untuk produksi baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) harus diekstraksi atau diproses di AS, atau dengan salah satu mitra dagang bebasnya. Kedua, setidaknya setengah dari komponen baterai harus diproduksi di Amerika Utara.
Selain itu, mulai 2024 EV yang mendapat manfaat dari kredit pajak tidak dapat berisi komponen dari "entitas asing yang menjadi perhatian", dan mulai 2025 kendaraan tidak dapat memiliki bahan penting yang bersumber, diekstraksi, dan diproses oleh entitas asing yang menjadi perhatian.
Seperti diketahui AS hanya memiliki 0,4% cadangan nikel global dan hanya memproduksi 18.000 metrik ton per tahun. Selanjutnya, mitra FTA AS menyumbang kurang dari 10% dari produksi nikel global. Sebagai informasi, kemitraan ini tidak mencakup eksportir nikel utama global seperti Indonesia, Rusia, dan Filipina.
Indonesia sendiri telah mencoba memanfaatkan cadangan nikelnya yang sangat besar, yang diperkirakan sebesar 22 juta ton, untuk menarik investasi ke industri hilir nikel serta dari produsen baterai EV dan EV. Indonesia juga merupakan produsen logam terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 1 juta ton pada tahun 2021.
Indonesia dan AS dapat fokus pada kesepakatan yang lebih sempit seperti FTA terbatas AS-Jepang, atau Perjanjian Mineral Kritis, yang mencakup mineral penting yang merupakan kunci untuk menggerakkan EV, seperti nikel, grafit, mangan, kobalt, dan litium. Perjanjian yang ditandatangani Maret 2023 tersebut membuat AS dan Jepang mengurangi ketergantungan pada China untuk mineral penting.
Melalui FTA tersebut, AS dan Jepang tidak akan memberlakukan larangan yang tidak semestinya atas impor atau ekspor mineral penting ke wilayah masing-masing. Baik AS dan Jepang, juga berkomitmen untuk tidak mengenakan bea ekspor pada mineral kritis.
Kesepakatan untuk tidak mengenakan bea ekspor merupakan keuntungan bagi pembuat baterai Jepang, seperti Panasonic. Bagi AS, perjanjian tersebut memastikan rantai pasokan yang stabil untuk pasokan bahan-bahan penting untuk baterai EV ini.
Dengan demikian, Perjanjian Mineral Kritis AS-Jepang memberikan cetak biru bagi mitra dagang AS lainnya seperti Indonesia yang saat ini tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas yang memenuhi syarat di bawah IRA. AS sedang dalam negosiasi dengan UE dan Inggris untuk kesepakatan serupa tentang mineral kritis.