Calon Presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo melakukan kampanye di hadapan ratusan buruh yang tergabung dalam Relawan Buruh 'Sahabat Jokowi' di Gedung Budaya Sabilulungan, Bandung, Jawa Barat, Selasa (9/4). Dalam kampanyenya itu, ia berjanji bakal merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, jika terpilih kembali pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Jokowi bakal membentuk tim khusus untuk membahas revisi PP Nomor 78 Tahun 2015 tersebut. Tim ini nantinya beranggotakan elemen pemerintah, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan federasi serikat buruh lainnya. “Kami bicara bersama, duduk satu meja,” ujarnya di Bandung, Jawa Barat, Selasa (9/4).
(Baca: Tak Dukung Jokowi dan Prabowo, Kelompok Buruh Serukan Golput)
Pada kesempatan itu, ia berjanji akan membangun lebih banyak rumah murah bagi pekerja. Menurut dia, program ini terbukti efektif membantu para pekerja untuk mendapatkan hunian yang terjangkau. "Program ini nanti akan kami lanjutkan dalam jumlah yang lebih besar lagi. Setuju? Ini penting sekali,” kata dia.
Dia juga mempromosikan Kartu Prakerja kepada para buruh. Jokowi menjelaskan, kartu ini dapat digunakan oleh lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), akademi, perguruan tinggi, serta korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Nantinya, masyarakat yang memeroleh kartu ini akan diberi pelatihan supaya mendapatkan pekerjaan dengan lebih mudah. "Kalau belum bisa dapat kerja, akan diberi insentif honor dengan kartu ini, sehingga mereka sampai pada dunia kerja," kata Jokowi.
(Baca: Ma’ruf Amin Jawab Kritik Prabowo Soal Kartu Prakerja)
Selain itu, Jokowi mempromosikan Kartu Sembako Murah kepada para buruh. Jokowi mengklaim, masyarakat bisa mendapatkan diskon besar saat membeli sembako jika menggunakan kartu ini. Dia berharap, masyarakat tak lagi kesulitan memberikan makanan yang bergizi kepada anaknya.
Rencananya, kedua kartu ini baru akan diimplementasikan tahun depan. Itu pun jika Jokowi terpelih kembali menjadi presiden. "Karena ini adalah program capres, maka baru kami rencanakan anggarannya mulai tahun ini," kata Jokowi.
(Baca: Jokowi Ajak Masyarakat Kenalkan Program Tiga Kartu Sakti)
Revisi PP Tentang Pengupahan
Sudah sejak lama para buruh mengkritisi PP Nomor 78 Tahun 2015 ini. Formulasi upah dalam peraturan tersebut dinilai tidak mencerminkan keadilan terhadap buruh. Rumus perhitungan kenaikan upah dalam aturan ini, adalah Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun berjalan + [UMP tahun berjalan x (inflasi nasional + pertumbuhan ekonomi)].
Setelah dirilis, peraturan ini menuai pro dan kontra. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar berpendapat, dengan kondisi inflasi yang terkendali selama 2018, pekerja merasa kenaikan upah minimum yang ditetapkan masih cukup layak.
(Baca: Dilema Kenaikan Upah di Tengah Harapan Mengerek Pertumbuhan)
Namun, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menilai, kenaikan UMP akan memukul industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jawa Barat, terutama sentra industri di Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Depok. Sebab, upah minimum di wilayah tersebut sudah tinggi.
Bukan hanya pengusaha, Serikat pekerja juga tak menerima UMP baru. Alasannya, inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak bisa dijadikan acuan dalam menentukan UMP. Sebab, angka kebutuhan hidup layak (KHL) buruh di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang per Oktober 2018 mencapai Rp 4,2 juta-Rp 4,5 juta. Perhitungan ini berdasarkan survei 60 item kebutuhan yang dijadikan patokan.
(Baca: Terbantu Deflasi, Upah Riil Buruh pada Februari 2019 Naik)