Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak agar Mahkamah Konstitusi (MK) segera menyidangkan uji materi Pasal 276 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut mengatur masa kampanye melalui iklan di media massa cetak, elektronik, dan internet.
Juru bicara PSI Bidang Hukum, Ryan Ernest, mengatakan PSI sudah mengajukan permohonan uji materi pada awal Juni 2018. Namun, hingga saat ini Mahkamah belum menyidangkan perkaranya. (Baca juga: Lebih dari Separuh Caleg PSI dari Kalangan Muda Profesional).
Padahal, masa kampanye akan segera dimulai pada Minggu besok (23/9). “Pekan ini kami sudah mulai kampanye, tapi sampai sekarang yang mulia majelis hakim belum mulai sidang,” kata Ernest di Gedung Mahkamah, Jakarta, Jumat (21/9).
Desakan kepada Mahkamah lantaran keberadaan Pasal 276 ini menyulitkan partai baru mencapai tingkat keterkenalan publik. Sebab, pasal tersebut menyatakan bahwa partai politik hanya boleh beriklan di media massa selama 21 hari sebelum masa tenang Pemilu 2019.
Dengan demikian, iklan di media massa hanya dapat dilakukan mulai 24 Maret - 13 April 2019. Kampanye melalui iklan ini pun akan difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukan langsung dari partai politik. (Baca pula: Survei LSI Denny JA: PKS, PAN dan Nasdem Terpental dari Parlemen 2019).
Menurut Ernest, partai-partai baru seperti PSI akan kesulitan memperkenalkan diri ke penjuru Indonesia tanpa bantuan media massa dalam rentang yang panjang. Sebab tingkat keterkenalan partai baru cukup rendah.
Hal ini berbeda dengan partai lain yang sudah lebih dulu ada. Mereka memiliki popularitas yang cukup tinggi. “Suka tidak suka adalah keniscayaan buat PSI beriklan. Makanya sekarang kami serahkan surat kepada yang mulia majelis hakim agar segera mulai sidangnya,” kata Ernest.
Ketua DPD PSI Jakarta Selatan Anggara Wicitra Sastroamidjojo menambahkan, PSI sulit mencapai tingkat keterkenalan jika waktu berkampanye melalui media massa hanya 21 hari. Membangun kampanye yang edukatif dan diterima masyarakat tak bisa dalam waktu singkat.
Selain itu, para tenaga kreatif akan kesulitan menyiapkan strategi kampanye jika hanya diberi waktu 21 hari beriklan di media massa. “Kami tidak akan punya campaign yang mendidik kalau tidak mempersiapkan dengan matang,” kata Anggara.