Namun aturan tersebut tak dapat segera difinalisasi karena terdapat dua poin yang masih belum disepakati antara Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM.  (Baca: Aturan Pajak Gross Split Dinilai Tak Akan Istimewa Bagi Investor)

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pernah mengatakan dua poin tersebut, yakni pertama, mengenai tax lost carry forward atau kompensasi kerugian pajak. Kementerian ESDM meminta agar kompensasi untuk kontraktor migas tidak mengikuti perpajakan umum. Jika mengacu pasal 6 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, kompensasi kerugian pajak maksimal hanya lima tahun. Kedua, mengenai jenis pajak tidak langsung untuk kegiatan eksploitasi.

Pada akhir Oktober lalu, Kementerian ESDM dan Kementerian keuangan akhirnya sepakat mengenai dua poin yang mengganjal itu. Hasilnya kedua kementerian sepakat mengenai tax lost carry forward atau kompensasi kerugian pajak berlaku 10 tahun alias tidak mengikuti aturan perpajakan umum.

(Baca: Pemerintah Beri Dua Insentif Pajak Baru untuk Skema Gross Split)

Selain itu mengenai pajak tidak langsung pada kegiatan eksploitasi, dalam hal ini pemerintah memberikan insentif kepada kontraktor dengan mengganti pajak yang dibayar kontraktor menjadi porsi bagi hasil untuk blok yang eksploitasi. Jadi, pemerintah akan mengganti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah dibayar kontraktor dengan penambahan bagi hasil (split). Penambahan split ini akan setara dengan pajak yang sudah dikeluarkan kontraktor.

Aturan ini penting bagi investor untuk menghitung keekonomian blok migas yang menggunakan skema gross split. Apalagi saat ini Kementerian ESDM melelang blok migas dengan skema baru pengganti kontrak bagi hasil menggunakan cost recovery (penggantian biaya operasional) itu.

Halaman: