Komisi Energi (Komisi VII) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan rencana pemerintah yang mendorong pembangunan kilang minyak berskala kecil atau mini. Alasannya, proyek tersebut dikhawatirkan akan dibebankan kepada PT Pertamina (Persero).
Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian mengatakan, program pembangunan kilang mini perlu dievaluasi lebih mendalam terkait keekonomiannya sebelum melakukan lelang. Nilai keekonomian ini penting agar investor tertarik membangun kilang mini di dalam negeri. Apalagi, kilang mini akan dibangun di lokasi tempat lapangan minyak marginal berada.
Kalau tidak ekonomis dan tidak ada investor yang berminat, dia khawatir proyek tersebut akan dibebankan kepada Pertamina. Alasannya, saat ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi tersebut juga tengah menggarap beberapa proyek kilang besar negara.
"Kalau nanti swasta tidak ada yang siap melakukan investasi, Pertamina yang dipaksakan. Ini tidak efisien, bisa menjadi cost center bukan lagi profit center," kata Ramson dalam rapat Komisi VII di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (5/10). (Baca: Pertamina Tak Ingin Kilang Mini Ganggu Distribusi BBM)
Anggota Komisi Energi lainnya, Inas Nasrullah Zubir, menginginkan pembangunan kilang mini tetap mematuhi kaedah hukum yang berlaku. Tujuannya agar pemberian alokasi minyak ke kilang hingga penetapan harga jual minyak bumi tidak mengalami masalah.
Ia mencontohkan kasus kilang Tri Wahana Universa (TWU) yang disorot oleh audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu akibat harga jual minyaknya yang murah. "Jadi punya dasar hukum soal pemberian alokasi dan harga," kata dia di sela-sela rapat. (Baca: Kementerian ESDM Terbitkan Aturan Kilang Mini)
Menurut Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N Wiratmaja Puja, pembangunan kilang ukuran mini ini untuk memanfaatkan minyak yang ada di daerah marginal. Jika minyak tersebut harus dibawa lagi ke kilang yang lokasinya jauh dari sumber minyak maka tidak ekonomis. Sebab, ada tambahan biaya transportasi.
Jika nanti sumber minyak itu berkurang, pengusaha kilang mini bisa mengimpor bahan minyak dari luar negeri. Hal ini dimungkinkan lantaran sudah ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 tahun 2016, sebagai payung hukum kilang mini. (Baca: Indonesia Akan Bangun Kilang Mini di Tengah Laut Pertama di Dunia)
Di sisi lain, Kementerian ESDM akan menargetkan lelang proyek kilang mini bisa dilakukan bulan ini. Ada delapan klaster yang sudah ditentukan pemerintah sebagai wilayah pembangunan kilang mini, yakni:
1. Sumatera Utara (Rantau dan Pangkalan Susu). Produksi minyak tahun 2015 sebesar 3.617 barel per hari (bph). Tahun 2024 mencapai 1.438 bph.
2. Selat Panjang Malaka (EMP Malacca Strait dan Petroselat). Produksi minyak tahun 2015 sebesar 4.427 bph. Tahun 2024 mencapai 3.443 bph.
3. Riau (Tonga, Siak, Pendalian, Langgak, West Area, Kisaran). Produksi minyak tahun 2015 sebesar 2.391 bph.Tahun 2024 mencapai 2.051 bph.
4. Jambi (Palmerah, Mengoepeh, Lemang, Karang Agung). Produksi minyak tahun 2015 sebesar 1.914 bph. Tahun 2024 mencapai 1.280 bph.
5. Sumatera Selatan (Merangin II dan Ariodamar). Produksi minyak tahun 2015 sebesar 3.947 bph. Tahun 2024 mencapai 2.629 bph.
6. Kalimantan Selatan (Tanjung). Produksi minyak tahun 2015 sebesar 3.539 bph. Tahun 2024 mencapai 2.523 bph.
7. Kalimantan Utara (Bunyu, Sembakung, Mamburungan, Pamusian Juwata). Produksi minyak tahun 2015 sebesar 8.059 bph. Tahun 2024 mencapai 1.476 bph.
8. Maluku (Oseil dan Bula). Produksi minyak tahun 2015 sebesar 3.641 bph. Tahun 2024 mencapai 214 bph.