Sebulan Rapat di Tengah Pandemi, DPR Sibuk Bahas Regulasi Zaman Normal
Rapat paripurna DPR kemarin (5/5) yang berlangsung secara virtual sempat menyeret nama presenter Najwa Shihab dalam perbincangan. Beberapa anggota DPR menyindir Najwa yang sebelumnya mengkritik kinerja badan legislatif di tengah pandemi corona.
Salah satu anggota DPR yang menyindir Najwa adalah Arteria Dahlan dari Fraksi PDIP. Ia berkata “kirimkan ke Najwa” saat merespons pemaparan Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin perihal mekanisme kunjungan dapil selama masa pandemi covid-19.
(Baca: DPR Desak Menteri ESDM Segera Tunjuk Dirjen Migas & Dirjen Minerba)
Tiga hari sebelum rapat paripurna berlangsung, Najwa melontarkan kritik terhadap kinerja DPR selama masa pandemi virus corona melalui video bertajuk “Kepada Tuan dan Puan Anggota DPR yang Terhormat.” Video ini diunggah di YouTube dan Instagram dan telah dilihat sebanyak 1,6 juta kali sampai hari ini (6/5).
Najwa menyebut kinerja DPR saat ini hanya bikin gaduh saja. Tak sesuai dengan kondisi di tengah pandemi corona.
Lalu sebenarnya apa sih yang sudah dilakukan DPR selama masa pandemi? Benarkah hanya bikin gaduh?
Membuka Masa Sidang III
DPR membuka masa sidang III tahun kerja 2019-2020 pada 30 Maret. Pembukaan dilakukan melalui rapat paripurna yang dipimping langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani. Ia menyatakan sidang dilakukan karena komitmen legislatif dalam membantu pemerintah menangani pandemi covid-19.
Puan menyatakan bila DPR tak membuka masa sidang, maka statusnya tetap reses. Dengan begitu tak bisa melakukan fungsi-fungsinya untuk membantu pemerintah menangani pandemi virus corona.
“Dalam masa darurat, semua kegiatan DPR akan diarahkan untuk membantu atasi wabah corona,” kata Puan.
Lebih lanjut, anak dari Presiden ke-5 Indonesia Megawati Soekarnoputri ini mengaskan DPR akan mencermati seluruh persoalan di tengah pandemi. Caranya dengan mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap lembaga-lembaga negara yang menjalankan penanganan covid-19.
(Baca: Manufaktur Kontraksi, Jokowi Minta Sektor Terdampak Dicarikan Stimulus)
Memang Banyak Rapat Soal Covid-19
Merujuk kepada agenda yang diunggah di situs resmi DPR RI, para anggota dewan memang melakukan banyak rapat terkait pengawasan penanganan covid-19. Hampir semua rapat kerja (raker) dan rapat dengar pendapat (RDP) yang dilakukan DPR dengan mitra kerjanya di pemerintahan terkait wabah.
Beberapa yang bisa kami catat adalah, raker virtual Komisi VIII dengan Kemensos terkait dampak sosial covid-19 pada 2 April. Di hari yang sama, Komisi IX juga RDP dengan Menkes, Menaker, dan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19.
Lalu pada Senin 13 April, Komisi I raker dengan Kepala BSSN terkait dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terhadap keamanan dan ketahanan siber. Pada 16 April, Tim Pengawas Penanggulangan Bencana DPR RI pun rapat secara virtual dengan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19, Doni Monardo. Mereka membahas implikasi koordinasi penganggulangan covid-19.
DPR juga membentuk Satgas Lawan Covid-19 pada 9 April. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjadi koordinator Satgas ini. “Satgas ini membantu pemerintah mempercepat penanganan covid-19,” katanya.
Kerja Satgas Covid-19 DPR yang paling menjadi sorotan masyarakat adalah impor jamu penambah energi untuk mencegah virus corona. Jamu ini bernama Herbavid-19. Namun, belakangan langkah ini mendapat kritik lantaran jamu tersebut belum mendapat izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
(Baca: PSBB Meluas, Sri Mulyani Antisipasi Ekonomi Jatuh Makin Dalam)
Melanjutkan Pembahasan Rancangan Undang-Undang Bermasalah
Di sisi lain, DPR juga tetap melanjutkan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) bermasalah dan sempat mendapat protes dari masyarakat. Di antaranya adalah RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law, RUU Minerba, RUU KUHP, dan RUU Pemasyarakatan.
DPR pada 2 April menggelar rapat paripurna dengan agenda pembacaan surat presiden tertanggal 7 Februari dan draf RUU Cipta Kerja. Keputusannya pembahasan RUU ini diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg). Dalam catatan kami, Baleg DPR menggelar rapat terkait RUU Cipta Kerja pada 7 April, 14 April, 20 April, 27 April, 19 April, dan 5 Mei.
Rapat baleg terakhir tentang pembahasan RUU Cipta Kerja adalah mendengar pendapat pakar, yakni Emil Arifin, DR. Ir. H Sutrisno Iwantono. Ini dilakukan setelah Presiden Jokowi memutuskan menunda klaster ketenegakerjaan dalam Omnibus Law pada 24 April.
(Baca: Catatan Merah Pasal-pasal Omnibus Law Cipta Kerja)
Untuk RUU Minerba, DPR membentuk Panja pada 13 Februari atau sebelum pandemi. Keputusan ini diketok dalam raker antara Komisi VII dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
Panja RUU Minerba terdiri dari 86 orang. 26 orang perwakilan DPR dengan diketauai Bambang Wuryanto dari Fraksi PDIP dan 60 orang perwakilan pemerintah yang diketuai Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono.
Selain menetapkan anggota Panja, rapat kali itu juga menetapkan pembahasan lanjutan pada 8 April. Namun rapat itu ditunda sampai 21 April. Itupun tak jadi terlaksana. Rapat baru terlaksana pada 27 April antara Panja dengan Komite II DPD RI. Rapat terakhir berlangsung hari ini (6/5).
(Baca: Deretan Pasal Bermasalah RUU Minerba dan Alasan DPR Tetap Kebut Bahas)
Sementara RUU Pemasyarakatan dan RUU KUHP mulai dibahas kembali pada 6 April di Komisi III DPR. Saat itu Ketua Komisi III DPR Herman Herry menjamin pelibatan pemangku kepentingan dalam pembahasaan kedua beleid itu.
Herman pun menyatakan Komisi III akan fokus pada pembahasan pasal-pasal kontroversial dalam kedua RUU tersebut. Bukan merombak secara keseluruhan. Sebab, seusai dengan UU Pembuatan Peraturan Perundang-undangan kedua beleid itu dinyatakan carry over dan tak perlu mengulang pembahasan dari awal.
Komisi III tak memasang target waktu tertentu penyelesaian kedua rancangan itu. Namun akan tetap memastikan pembahasan akan berlangsung secara cepat.
Selain pembahasan RUU bermasalah tersebut, DPR sudah memulai pula pembahasan beleid lain yang masuk dalam prioritas legislasi nasional (prolegnas) 2020. Di antaranya adalah, RUU Pendidikan Kedokteran yang mulai dibahas pada 1 April, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang mulai dibahas pada 6 April, RUU Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila yang mulai dibahas pada 8 April, dan RUU Masyarakat Hukum Adat yang dibahas pada 16 April.
(Baca: Rapat dengan DPR Pengusaha Usul Perubahan Nama RUU Cipta Kerja)
Dinilai Tak Seusai Prioritas
Mengenai kinerja legislasi ini, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai pembahasan yang dilakukan DPR tak sejalan dengan prioritas covid-19. Melainkan lebih pas dibahas dalam kondisi normal.
“Rapat kerja pengawasan memang menyinggung juga soal pandemi, tapi belum terlihat respons DPR sebagai lembaga yang sangat menentukan dalam upaya pandemi covid-19,” kata Lucius kepada Katadata.co.id, Rabu (5/6).
Padahal, kata Lucius, DPR punya wewenang legislasi dan anggaran bersama pemerintah yang mestinya bisa menjadi tumpuan utama kesigapan negara mengatasi pandemi. DPR semestinya memastikan ketersediaan regulasi yang menjadi dasar pemerintah agar lebih cepat bergerak tanpa khawatir terkendala hukum.
DPR, kata Lucius, bisa saja menginisiasi UU khusus terkait aspek kesehatan, ketenagakerjaan dan lain-lain. UU itu tak perlu dibayangkan seperti pemberlakuannya pada masa normal. Mungkin beberapa pasal saja sekadar untuk merespons dinamika situasi karena darurat bencana yang tengah terjadi.
DPR juga kalau mau bisa saja menginisiasi perubahan UU APBN 2020 yang karena situasi harus dilakukan lebih awal demi memastikan ketersediaan anggaran untuk penanganan pandemi yang digawangi pemerintah. Bisa juga dengan menyegerakan penegesahan Perppu Nomor 1 tahun 2020 menjadi UU.
“Jika saja DPR fokus menyiapkan aspek regulasi tanggap bencana non alam sekarang, kerja pemerintah mungkin akan tertolong karena bisa lebih fokus pada eksekusi kebijakan saja,” kata Lucius.
(Baca: Jokowi Targetkan Penurunan Kurva Virus Corona Bulan Ini)