Sekoci Titanic, Kiat Klinik Kopi Menjaga Bisnis Saat Krisis

dok. Instagram @klinikkopi
Penulis: Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
17/7/2020, 20.08 WIB

Alhasil, meski warung kopinya tutup, tetapi bisnisnya masih terus berjalan. Setidaknya 90 persen pendapatannya saat ini berasal dari penjualan online. “Lebih dari 90 persen penjualan kami dari Tokopedia,” kata Pepeng.

Jualan di Tokopedianya pun dia tidak lakukan secara sembarangan. Pepeng, membuat penjualannya dengan cara unik. Setiap jenis biji kopi yang dia jual, dilengkapi dengan kartu yang berkisah tentang asal usul biji kopi.

“Tiap kopi ada ceritanya. Kami juga berencana akan membuat barcode supaya pelanggan bisa tahu lokasi sumber kopi itu,” kata Pepeng. “Tahu asal muasal kopi kan salah satu ikhtiar Halalan Thayyiban.”

Menurut Pepeng, cara berjualannya itu mampu memikat pembeli dan memperbanyak pelanggan.

Promosi yang Kencang

Selain memiliki sekoci dan cara berjualan yang unik, Pepeng memberi tips bagi para pelaku UMKM kopi lainnya. Antara lain, promosi di media sosial yang kencang. Karena, kalau sekedar berjualan di marketplace tanpa promosi di media sosial, tidak akan bisa berhasil.

“Jadi, kalau ada pedagang tidak laku, karena mereka tidak mau mempromosikan barang yang dijualnya. Harus berpromosi si penjualnya,” ujarnya.

Melalui pemanfaatan marketplace Tokopedia, produk Klinik Kopi bisa dinikmati masyarakat luas, bahkan dari Palu, Kalimantan hingga Papua. Selama pandemi ini, penjualan online meningkat 

Selain berjualan biji kopi, dia juga berjualan peralatan menyeduh kopi, sebagai penopang usaha utamanya. Bergerak dengan merek Dapur Tetangga, ia dalam sebulan telah menjual 3.000 alat penyeduh kopi. “Dulu orang datang dan minum di sini. Saat pandemi sepi, tapi penjualan online justru meningkat,” katanya.

Halaman: