Ada Human Error, Istana Beri Sanksi Pejabat Penyusun UU Cipta Kerja

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Sejumlah buruh dan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jakarta, Rabu (28/10/2020). Aksi yang dilakukan mahasiswa dan buruh bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda tersebut menolak disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja karena dinilai tidak berpihak kepada buruh.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
4/11/2020, 19.10 WIB

UU Cipta Kerja disusun untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Berikut adalah Databoks yang menjelaskan potret kemudahan berusaha di Tanah Air:

Kesalahan Teknis

Sebagaimana diketahui, Jokowi sudah menandatangani Undang-undang (UU) Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Namun, masih ditemukan kekeliruan frasa dalam aturan yang sudah diteken presiden tersebut.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasal 6 yang membahas peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha. Pasal tersebut merujuk pada Pasal 5 ayat 1 huruf a dari bab sebelumnya. Masalahnya, Pasal 5 hanya berdiri tunggal tanpa penjelasan dalam ayat dan huruf.

Sebelum diteken Jokowi, UU tersebut juga beredar dalam berbagai versi dengan jumlah halaman yang berbeda-beda. Pada hari digelarnya paripurna pengesahan, jumlah halaman UU Cipta Kerja yang beredar sebanyak 905. Jumlah itu kemudian sempat menjadi 1.035 halaman.

Untuk mengakhiri polemik, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menyatakan bahwa pada draf final, jumlah halaman UU Cipta Kerja sebanyak 812 lembar. Kemudian, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menyerahkan draf UU Cipta Kerja setebal 812 halaman kepada Pratikno. Naskah tersebut diteruskan kepada Jokowi untuk menjadi Lembaran Negara.

Setelahnya, Jokowi menemui Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk menjelaskan mengenai UU Cipta Kerja. Dalam pertemuan tersebut, Muhammadiyah menyebutkan telah menerima draf terbaru UU Cipta Kerja yang tebalnya 1.187 halaman dari Pratikno.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika