Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai ketahanan kesehatan dan kesiapsiagaan dunia dalam menghadapi pandemi tidak cukup kuat. Hal itu terlihat ketika pandemi Covid-19 melanda dunia.
Hal tersebut ia sampaikan melalui pidatonya pada pada KTT Global Covid-19 ke-2, Washington DC, Amerika Serikat (AS), Kamis (12/5), yang ditayangkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden.
“Akibatnya harga yang harus dibayar sangat mahal dengan jutaan orang kehilangan nyawaya dan perekonomian mengalami keterpurukan. Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita,” ujar Presiden seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (13/5).
Oleh karena itu kita harus bekerja sama mengatasi pandemi serta membangun arsitektur kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat,” ujarnya seperti dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (13/5).
Menurut Jokowi, untuk mengatasi pandemi dibutuhkan percepatan vaksinasi untuk menjangkau 70% penduduk di setiap negara. Oleh karena itu dia mendorong kolaborasi untuk menjembatani tantangan vaksinasi, mulai dari pembiayaan, logistik, hingga sumber daya manusia (SDM).
“Turunnya kasus yang terjadi saat ini harus dimanfaatkan untuk mengirimkan pukulan terakhir terhadap Covid-19,” kata Presiden. Simak databoks berikut:
Di sisi lain, untuk membangun ketahanan kesehatan dan kesiapsiagaan dunia menurut Presiden dibutuhkan tiga hal. Satu, akses kesehatan yang inklusif, di mana seluruh masyarakat tanpa kecuali harus memiliki akses terhadap layanan kesehatan dasar.
“Infrastruktur dasar harus memadai dan siap menghadapi pandemi. Di tingkat global, setiap negara, besar maupun kecil, kaya atau miskin harus memiliki akses yang setara terhadap solusi kesehatan,” ujarnya.
Dua, akses pembiayaan kesehatan yang memadai. Pasalnya tidak semua negara memiliki sumber daya untuk memperbaiki infrastruktur kesehatan. Oleh karena itu, kata Jokowi, diperlukan mekanisme pembiayaan kesehatan baru yang melibatkan negara donor dan bank pembiayaan multilateral.
“Dukungan pembiayaan kesehatan harus dilihat sebagai investasi dan tanggung jawab bersama mencegah pandemi,” kata mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini.
Tiga, pemberdayaan, kapasitas kolektif, dan kerja sama antar negara. Menurut Jokowi, dalam membangun ketahanan kesehatan yang lebih kuat, dibutuhkan kerja sama riset, transfer teknologi, dan akses ke bahan mentah yang setara.
“Tidak boleh ada monopoli rantai pasok industri kesehatan, diversifikasi pusat produksi obat, vaksin, serta alat diagnostik dan terapeutik harus dilakukan. Dengan kapasitasnya, Indonesia siap menjadi hub produksi dan distribusi vaksin di kawasan,” ujarnya.
Jokowi menegaskan bahwa Presidensi Indonesia di G20 memberikan perhatian besar terhadap kerja sama secara inklusif yang membutuhkan peran dan keterlibatan semua negara, WHO, dan penguatan multilateralisme.
“Tidak boleh ada yang tertinggal dalam upaya kita membangun kesehatan dan kesiapsiagaan dunia yang lebih kuat,” tukasnya.