Daftar 13 Pasal di KUHP Baru yang Tuai Kontroversi dan Disorot Asing

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP mebentangkan poster saat aksi penolakan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dengan tabur bunga di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin, (5/12).
Penulis: Ade Rosman
9/12/2022, 07.49 WIB

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam rapat paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12) lalu. Setelah disahkan gelombang penolakan terus mengalir dari berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. 

Salah satunya disampaikan oleh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur. Ia menyatakan mengaku kecewa dengan pemerintah yang dinilainya tergesa-gesa dalam pengesahan Undang-undang tersebut.

Tidak hanya dari dalam negeri, sorotan terhadap KUHP baru juga datang dari dunia internasional. Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Yong Kim dalam forum US-Indonesia Investment Summit, Selasa (6/12) lalu menyoroti masuknya pasal 412 yang mengatur tentang hidup bersama. Menurut Kim, aturan yang terjadi di ranah rumah tangga antara orang dewasa itu bisa saja berdampak negatif pada iklim investasi di Indonesia.

Perwakilan khusus PBB untuk Indonesia juga memberikan catatan atas lahirnya KUHP Baru. PBB khawatir beberapa pasal bertentangan dengan kewajiban hukum internasional terkait hak asasi manusia (HAM). Mereka mengatakan beberapa pasal berpotensi melanggar kebebasan pers. 

"Adopsi ketentuan tertentu dalam KUHP yang direvisi tampaknya tidak sesuai kebebasan dasar dan hak asasi manusia, termasuk hak atas kesetaraan," demikian bunyi keterangan tertulis PBB Indonesia pada Kamis (8/12).

Hal lain yang menjadi perhatian mereka adalah potensi KUHP yang baru akan mendiskriminasi perempuan, anak perempuan, anak laku, dan minoritas seksual. Mereka juga khawatir beberapa pasal akan berdampak pada hak kesehatan seksual, hak privasi, hingga memperburuk kekerasan berbasis gender. 

"Ketentuan lain berisiko melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan dan dapat melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap kepercayaan minoritas," kata PBB. Padahal, 

PBB telah menyerukan kepada pemerintah dan dewan untuk memastikan hukum dalam negeri selaras dengan hak asasi manusia. Mereka mendorong pemerintah berdialog secara terbuka dengan masyarakat sipil.

Pemerintah menanggapi kekhawatiran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengatakan payung hukum pidana ini dibuat dengan menjunjung tinggi kesetaraan, privasi, kebebasan beragama, hingga jurnalisme. Ia juga mengatakan aturan ini dibuat juga dengan mempertimbangkan kesesuaian aturan internasional yang berlaku.

 "Atas dasar itu KUHP mengatur dengan mempertimbangkan hak asasi dan kewajiban asasi manusia," kata Aries dalam keterangan tertulis, Kamis (8/12).

Aries mengatakan KUHP dibuat dengan mengadopsi substansi Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950), the International Covenant on Civil and Political Rights (the New York Convention, 1966), dan Convention against Torture and other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984. Aries juga mengatakan aturan ini telah dirancang dengan masukan masyarakat sipil terlebih dulu. 

"Indonesia mempertimbangkan masukan masyarakat sipil yang konon kabarnya sudah bertemu utusan PBB di Eropa," kata Aries. 

Ia juga mengatakan KUHP tak mendiskriminasi perempuan, anak, kelompok minoritas, serta pers. Salah satunya dengan mengadopsi Pasal 6 huruf d UU Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers ke Pasal 218 KUHP.

"Sehingga penyampaian kritik tidak dipidana sebab merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal yang berkaitan kepentingan masyarakat," kata Aries. 

Aries juga menepis kekhawatiran PBB bahwa KUHP melegitimasi sikap sosial negatif kepada penganut kepercayaan minoritas. Ini karena pengaturan dilakukan dengan memperhatikan Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Apa saja pasal-pasal dalam RUU KUHP yang mendapat sorotan publik hingga asing? 

Aksi Penolakan RKUHP di Depan Gedung DPR (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

1. Pasal tentang Penghinaan Presiden

Pasal 218

(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. 

Pasal 219 

Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal mengenai penghinaan terhadap presiden ini pernah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006. Pada saat itu, MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

2. Pasal Penghinaan Lembaga Negara

Pasal 240 

Setiap Orang yang Di Muka Umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

Pasal 241 

Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

3. Pasal tentang Hidup Bersama

Pasal 412 

(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. 

(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: 

  1. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau 
  2. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

YLBHI menilai DPR dan pemerintah melewati batas, karena mengatur hal yang menjadi norma susila dan normal dalam kacamata hukum pidana. Selain itu, YLBHI  berpandangan tidak semua wilayah di Indonesia melarang hal tersebut. 

Ia mengatakan pembatasan hidup bersama untuk pasangan bukan suami istri hanya mengacu pada agama tertentu. Padahal, di Indonesia terdapat beragam agama dan keyakinan. 

"Tiba-tiba ada impor nilai agama pada hukum nasional dan itu menyakiti wilayah lain itu semacam pemaksaan,” kata Isnur. 

Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP Nasional Albert Aries mengatakan bahwa pasal Perzinaan dalam KUHP baru adalah Delik Aduan Absolut. Artinya hanya suami atau istri yang terikat perkawinan atau orang tua atau anak bagi yang tidak terikat perkawinan yang bisa membuat pengaduan. 

 “Tidak bisa pihak lain melapor, apalagi sampai main hakim sendiri. Jadi tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak dan dirugikan secara langsung,” jelas Aries dalam keterangan tertulis, Kamis (8/12). 

Aries mengatakan berdasarkan adanya delik aduan absolut dalam pasal 412 maka diskursus yang muncul terkait pasal perzinaan tidak terlalu tepat. Ia menilai diskursus itu justru bisa membawa dampak negatif pada sektor pariwisata dan investasi di Indonesia. 

Aries mengatakan kehadiran pasal 412 dalam KUHP baru merupakan bentuk penghormatan negara pada nilai-nilai perkawinan yang hidup di masyarakat. Selain itu, KUHP baru juga tidak mewajibkan pihak yang berhak mengadu untuk mempergunakan haknya itu.  Dia juga menepis kecemasan pengusaha dengan adanya pasal 412. Menurut Aries, KUHP baru tidak memberikan syarat administrasi tambahan kepada pelaku usaha di bidang pariwisata untuk menanyakan status perkawinan siapapun. 

 “Dengan demikian, para investor dan wisatawan asing tidak perlu khawatir untuk berinvestasi dan berwisata di Indonesia, karena ruang privat masyarakat tetap dijamin oleh undang-undang,” ujar Albert lagi. 

4. Pasal terkait Kesusilaan

Pasal terkait edukasi kontrasepsi dinilai berpotensi mengkriminalisasi pihak yang mengedukasi kesehatan reproduksi. Ia berpandangan aturan ini berbahaya karena bisa mengkriminalisasi orangtua atau mengajarkan anaknya kesehatan reproduksi.

Selain itu, pasal terkait kesusilaan dinilai berbahaya apabila disahkan, karena penyintas kekerasan seksual bisa mendapatkan kriminalisasi.

5. Pasal tentang Hukuman Mati

Isnur berpandangan, legalisasi pidana mati merupakan bentuk perampasan hak hidup manusia yang melekat sebagai sebuah karunia yang tidak dapat dikurangi ataupun dicabut oleh siapapun, bahkan oleh negara.

Lebih jauh, ia berpandangan bahwa hukuman pidana mati harus ditiadakan, karena telah terjadi beberapa kasus salah eksekusi.

6. Pasal tentang Penghinaan Proses Peradilan

Pasal 278 

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung: 

  1. tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan; 
  2. bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan; atau 
  3. tanpa izin pengadilan mempublikasikan proses persidangan secara langsung.  

Pasal tentang penghinaan proses peradilan atau contempt of court pada pasal 278 dinilai berpotensi menjadikan posisi hakim di ruang persidangan seperti dewa. Dalam persidangan, seringkali masyarakat menemui adanya hakim yang memihak. 

Pasal ini berpotensi kontroversial karena tidak ada indikator yang baku mengenai apa saja yang masuk dalam kategori bersikap tidak hormat.

7. Pasal tentang Tindak Pidana Agama

Pasal 300 

Setiap Orang di Muka Umum yang: 

  1. melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan; 
  2. menyatakan kebencian atau permusuhan; atau 
  3. menghasut untuk melakukan permusuhan, Kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama, kepercayaan orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

Pasal ini dinilai mengekang kepercayaan serta kebebasan beragama seseorang yang sifatnya personal.

8. Pasal tentang Komunisme, Leninisme dan Marxisme

Pasal 188

(1) Setiap Orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun

Adanya larangan penyebaran marxisme, leninisme dan komunisme dinilai Isnur absurd karena tidak memiliki indikator yang jelas. Para penolak KUHP menyebut ketiga paham tersebut sudah biasa diajarkan di universitas serta perguruan tinggi. Masuknya pembahasan ini dalam KUHP dinilai menunjukkan sempitnya pemahaman kebangsaan.

9. Pasal tentang Pendapat di Muka Umum

Pasal 256

Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Pasal 256 tentang kewajiban publik untuk memberi informasi terlebih dahulu bila ingin melakukan unjuk rasa dianggap Isnur sebagai salah satu pasal yang berpotensi merugikan masyarakat.

10. Pasal tentang Perampasan Aset 

Pasal terkait Perampasan aset untuk denda individu dengan adanya  hukuman kumulatif berupa denda akan semakin memiskinan masyarakat miskin dan memperkuat penguasa. Metode hukuman kumulatif ini merupakan metode yang sangat kolonial dan hanya menjadi ruang bagi negara untuk memeras atau mencari untung dari rakyat.

11. Pidana Santet

Pasal 252 

(1). Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

(2). Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga)

Hukuman menjadi lebih berat jika pelaku menjadikan santet sebagai mata pencaharian. KUHP baru menambah hukuman penjara 1/3 dari hukuman semula.

 12. Tindak Pidana HAM Berat 

Pasal 598

Dipidana karena genosida Setiap Orang yang dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, agama, atau kepercayaan dengan cara: 

  1. membunuh anggota kelompok; 
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok; 
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun sebagian; 
  4. memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran dalam kelompok; atau 
  5. memindahkan secara paksa Anak dari kelompok ke kelompok lain,

dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.]

KUHP baru juga mengatur soal tindak pidana terhadap hak asasi manusia (HAM) berat. Padahal, tindak pidana itu telah diatur dalam UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM karena bersifat khusus.

Pada Pasal 598 KUHP baru, pelaku genosida atau memusnahkan golongan tertentu dapat dipidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20. Pasal ini dikritisi karena dianggap mengurangi kekhususan pada kasus pelanggaran HAM berat dan dapat menghambat penuntasannya.

13. Pasal tentang Koruptor 

Pasal 603 

Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI. 

Pasal 604 

Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau Korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI. 

KUHP mengatur terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, hukuman pidananya mengalami penurunan. Pada pasal 603 disebutkan koruptor paling sedikit dipenjara selama dua tahun dan maksimal 20 tahun. Selain itu, koruptor juga dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar. 

Bila dilihat dari hukuman yang diterima koruptor, pidana penjara pada RKUHP itu lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Pasal 2 UU tersebut dijelaskan koruptor bisa mendapat pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan didenda paling sedikit Rp 200 juta.

Reporter: Ade Rosman