3 Modus Baru TPPU yang Diungkap PPATK dari Transaksi Rp 81 Triliun

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana memberikan keterangan pers terkait aliran dana terlarang dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke kelompok yang diduga Al Qaeda di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Penulis: Ira Guslina Sufa
29/12/2022, 15.34 WIB

Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) mengungkap adanya modus baru tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang dilakukan oleh koruptor. Pernyataan itu diungkapkan ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam refleksi akhir tahun 2022 yang digelar di kantor PPATK, Rabu (28/12). 

Dalam paparannya, Ivan menyebut sepanjang 2022, PPATK telah melakukan analisis terhadap 275 laporan transaksi keuangan mencurigakan terkait korupsi. Dari penelusuran terhadap 225 hasil analisis korupsi terkait dugaan pencucian uang dan 7 hasil pemeriksaan terhadap transaksi dengan total Rp 81.3 triliun, PPATK menemukan adanya modus baru. 

“Modus yang melihat perkembangan yang ada yang paling sering dan paling banyak dilakukan untuk menampung dana korupsi,” ujar Ivan seperti dikutip dari tayangan kegiatan refleksi akhir tahun, Kamis (29/12). 

Menurut Ivan modus yang digunakan para pelaku korupsi saat ini bisa melalui tiga jalur. Pertama adalah melalui pembukaan polis asuransi. Kedua dengan memasukkan sejumlah uang pada instrumen pasar modal. Sedangkan modus ketiga adalah penukaran valuta asing. 

“[Untuk modus valuta asing]  baik korupsi diberikan dalam valuta asing atau hasil korupsi ditukar dalam valuta asing,” ujar Ivan lagi. 

Menanggapi modus baru tindak pidana pencucian uang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan apresiasi. Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan adanya modus baru para pelaku korupsi akan menjadi kajian KPK dalam melakukan penindakan. 

"Ini membuktikan modus korupsi juga bermetamorfosis ke arah yang semakin canggih seiring kemajuan teknologi dan informasi," kata Ali seperti dikutip dari Antara, Kamis (29/12)..

Ali mengatakan, KPK akan melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi dan menindak modus baru kejahatan korupsi. Salah satunya dengan peningkatan kompetensi para penyelidik, penyidik, dan penuntut KPK. Pada 2022, KPK juga telah menggelar pelatihan penelusuran, penggeledahan, dan penyitaan mata uang kripto bersama United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). 

"Kami memahami industri aset virtual tidak hanya mencakup 'cryptocurrency' seperti 'bitcoin' dan 'ethereum' tetapi aset digital lainnya seperti token 'nonfungible' (NFT). Industri ini mengalami akselerasi pertumbuhan yang luar biasa besar," ungkap Ali.

Lebih jauh Ali mengatakan, KPK melihat fenomena pencucian uang lewat pasar modal harus diantisipasi dan dimitigasi. Modus ini berpeluang memunculkan kejahatan yang memungkinkan kripto dan pencucian uang berbasis aset virtual di tahun-tahun mendatang.

"Maka, pemerintah harus segera bersiap untuk memiliki instrumen dan sumber daya yang mumpuni guna memulihkan aset digital terlarang, khususnya dari tindak pidana korupsi ini," ujar Ali lagi. 

Ia mengatakan KPK saat ini juga telah memiliki Laboratorium Barang Bukti Elektronik (LBBE) yang tersertifikasi dalam mendukung pengungkapan perkara korupsi. Menurut Ali, KPK akan terus berkoordinasi dengan PPATK untuk memulihkan keuangan negara melalui 'asset recovery'.