10 Poin Penting Perppu Cipta Kerja yang Berpotensi Rugikan Pekerja

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.
Pengunjuk rasa dari Partai Buruh melakukan aksi di kawasan Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Penulis: Ira Guslina Sufa
2/1/2023, 05.50 WIB

Presiden Joko Widodo resmi menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022. Beleid yang terdiri dari 186 pasal dan setebal 1.117 halaman itu telah diundangkan pada 30 Desember 2022 lalu. 

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan hadirnya Perppu karena alasan mendesak. Ia mengklaim hadirnya Perppu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang menyebut bahwa pengganti undang-undang dapat lahir dalam kondisi kegentingan memaksa tapi belum ada peraturan sehingga terjadi  kekosongan hukum. 

 “Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” ujar Mahfud Jumat (30/12) lalu.  

Sebelumnya, MK telah mengeluarkan Putusan MK Nomor 91 Tahun 2020 pada 25 November 2021 yang menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Beleid yang mengubah banyak undang-undang dalam sekali waktu atau disebut omnibus law itu disebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Perbaikan diperkenankan dilakukan dalam kurun waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan. 

"Oleh sebab itu, langkah strategis diperlukan dan untuk memenuhi syarat langkah strategis bisa dilakukan maka Perppu ini harus dikeluarkan terlebih dahulu. Itulah sebabnya kemudian hari ini, 30 Desember 2022, Presiden sudah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja," ungkap Mahfud. 

Lahirnya Perppu Cipta Kerja mendapat sorotan dari berbagai pihak. Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur mengatakan penerbitan Perppu tidak memenuhi syarat karena tak mengandung unsur kegentingan yang memaksa. Menurut Isnur, perintah MK jelas bahwa pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan malah menerbitkan Perppu. 

“Mahkamah Konstitusi dalam putusannya juga melarang Pemerintah membentuk Peraturan-peraturan turunan pelaksana dari UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat. Tetapi dalam perjalanannya Pemerintah terus membentuk peraturan turunan tersebut,” ujar Isnur. 

Berbeda dengan Isnur, Presiden Partai Buruh yang juga Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia justru menyatakan sepakat dengan jalur Perppu. Ia menilai pembahasan RUU di Dewan Perwakilan Rakyat justru rentan dipolitisasi apalagi mendekati tahun politik. Meski begitu, Said menyebut serikat buruh menolak sejumlah pasal dalam Perppu yang dinilai berpotensi multitafsir dan merugikan buruh. 

"Partai Buruh, KSPI, dan organisasi serikat buruh, serikat petani, menolak atau tidak setuju dengan isi Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang omnibus law undang-undang cipta kerja. Tapi terhadap pilihan pembahasan hukumnya, Partai Buruh dan organisasi serikat buruh bersepakat memilih Perppu, bukan dibahas di pansus badan legislasi DPR RI," ucap Said Iqbal dalam konferensi pers Minggu (1/1).

Menurut Said sejumlah perubahan yang dimuat dalam Perppu justru mundur dari ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Apa saja poin yang jadi sorotan dari Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja  dan dianggap berpotensi multitafsir dan rugikan buruh? Berikut penjelasannya. 

 Daftar 10 Poin Kontroversial Perppu Cipta Kerja yang Dinilai Rugikan Pekerja

1. Penetapan Upah Minimum Kabupaten dan Kota 

Pasal 88C 

(1) Gubernur wajib menetapkan Upah minimum provinsi. 

(2) Gubernur dapat menetapkan Upah minimum kabupaten/kota. 

(3) Penetapan Upah minimum kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal hasil penghitungan Upah minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari Upah minimum provinsi. 

Pada catatan pertama, Said Iqbal menyorot pasal 88C ayat 2 yang mengatur bahwa Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota. Said mengatakan pihaknya menolak penggunaan kata “dapat” pada pasal tersebut. Menurut Said, Partai Buruh, KSPI dan organisasi serikat buruh mengusulkan, cukup gubernur yang menetapkan upah minimum kabupaten/kota.

“Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Kata-kata hukum ‘dapat’ artinya bisa ada, bisa tidak, tergantung gubernur. Ganti gubernur, ganti kebijakan,” ujar said.

2. Penentuan Formula Penghitungan Upah Minimum

Pasal 88D

(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula penghitungan Upah minimum. 

(2) Formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu

Pasal 88F

Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2). 

Pada poin kedua, Partai Buruh menolak formula penghitungan upah minimum yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu yang diatur pada pasal 88D ayat 2. Penolakan terutama pada variabel indeks tertentu yang menurut Said tidak jelas definisinya.

 “Kami tidak tahu apa itu indeks tertentu. Sebagai ILO Governing Body, tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menetapkan upah minimum. Upah minimum hanya ada dua cara, survei barang-barang kebutuhan hidup layak, atau inflasi plus pertumbuhan ekonomi,” ujar Said. 

Dia menegaskan bahwa Partai Buruh menolak penggunaan variabel indeks tertentu dalam menghitung upah minimum. Selain itu buruh menolak aturan dalam pasal 88F yang menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda. 

Menurut Said pasal ini berbahaya karena pemerintah dapat mengubah formula upah minimum sewaktu-waktu. Dia menduga pasal ini hadir untuk melindungi perusahaan yang tidak mampu, dalam kondisi krisis, membayar kenaikan upah minimum. Contohnya pada masa pandemi Covid-19. Namun menurutnya tidak semua perusahaan mengalami krisis, seperti di sektor batu bara, kelapa sawit, dan manufaktur. 

“Ini biasanya tekstil, garmen, dan sepatu (yang tidak mampu). Seharusnya pasalnya adalah bagi perusahaan yang tidak mampu dengan dibuktikan laporan keuangan merugi dua tahun berturut-turut, bukan pemerintah yang seenaknya mengubah, karena undang-undang itu harus rigid, tak boleh ada pengecualian,” kata Said.

Untuk upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), Partai Buruh, KSPI, dan serikat buruh lainnya ingin tetap ada.

BURUH JAKARTA TUNTUT UMP NAIK (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz.)

3. Pasal tentang Outsourcing

Ketentuan mengenai penggunaan tenaga alih daya atau outsourcing dalam Perppu Cipta Kerja diatur dalam pasal 81 poin 19 sampai dengan 21. Dalam Perppu Cipta Kerja tidak ada ketentuan baku bidang apa saja yang boleh menggunakan tenaga outsourcing sehingga semua jenis pekerjaan outsourcing bisa diperbolehkan. Meski demikian Perppu menjelaskan bahwa aturan lebih jauh mengenai tenaga alih daya ini akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

"Kami minta kembali ke UU Nomor 13 tahun 2003, yaitu 5 jenis pekerjaan saja yang boleh outsourcing," ujar Said..

Bila merujuk pada UU Ketenagakerjaan, PKWT hanya diperbolehkan untuk 5 jenis pekerjaan. Bidang yang diizinkan adalah jasa pembersihan, katering, keamanan, jasa minyak dan gas pertambangan, serta transportasi. 

 4. Pasal tentang Pesangon

Penetapan pesangon dalam Perppu Cipta Kerja tak ada perubahan dibanding UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sebelumnya telah dibatalkan MK. 

Pada Perppu yang telah diundangkan pada 30 Desember 2022 itu, disebutkan bahwa pemberian pesangon disesuaikan dengan masa kerja maksimal 9 kali upah bulanan ditanggung oleh pengusaha. Ketentuan itu tertuang dalam pasal 81 ayat 47 yang mengubah Pasal 156 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Merujuk aturan terbaru, setiap pegawai yang terkena PHK bisa mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan dari perusahaan atau hanya mendapat salah satu sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. Pada aturan itu uang pesangon bisa diterima maksimal 9 kali dari upah bulanan untuk masa kerja 8 tahun. 

Untuk perhitungan uang penghargaan yang didapatkan oleh karyawan yang di PHK akan mendapat maksimal 10 kali upah untuk pekerja yang sudah mengabdi lebih dari 24 tahun. Uang penghargaan paling rendah diberikan kepada pekerja yang telah tiga tahun bekerja yaitu sebanyak dua kali upah bulanan.  

Selain pemberian pesangon dan uang penghargaan, karyawan yang di-PHK juga berhak mendapatkan penggantian atas cuti yang belum terpakai. Perusahaan juga wajib memberikan biaya atau ongkos pulang ke tempat pekerja atau buruh diterima bekerja. 

BURUH GENDONG BERPUISI (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/nz)

5. Pasal tentang PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)

Menurut Said Iqbal tidak ada perubahan dalam Perppu mengenai perjanjian kerja waktu tertentu dibanding dengan UU Cipta Kerja yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Karena itu ia meminta pengaturan mengenai PKWT ini kembali menggunakan ketentuan yang sudah ada pada UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 

6. Pasal tentang PHK

Sama halnya dengan pasal perjanjian kerja dengan waktu tertentu Perppu juga tidak memberi perlindungan yang pasti pada pekerja dari PHK sepihak oleh perusahaan. Perppu memberi ruang pada subjektivitas perusahaan dalam menilai seorang karyawan bisa dipecat atau tidak. 

“Kami tolak karena Perppu sama dengan UU Cipta kerja. Harus mendapat persetujuan dari peradilan perburuhan bukan main pecat saja,” ujar Said. 

7. Pasal tentang TKA (Tenaga Kerja Asing)

Hal yang dinilai berpotensi merugikan buruh dan pekerja dalam hal  tenaga kerja asing ini adalah tidak adanya aturan yang ketat untuk mengizinkan TKA masuk ke Indonesia. Begitu juga sebaliknya. Ketentuan itu membuat buruh kasar atau unskilled worker tidak terlindungi. Karena itu Serikat Buruh meminta agar pemerintah memiliki aturan yang jelas mengenai Tenaga Kerja Asing. 

8. Pasal tentang Pengaturan Waktu Kerja

Pasal 79 UU Nomor 13 tahun 2003

(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: 

a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; 

b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; 

Pasal 79 Perppu Nomor 2 Tahun 2022.

(2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit meliputi: 

a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan 

b. istirahat mingguan I (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. 

Merujuk aturan terdahulu, perusahaan wajib memberikan istirahat dan cuti kepada pekerja. Istirahat meliputi istirahat antara jam kerja sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus. Ada juga istirahat mingguan dengan dua alternatif yaitu satu hari untuk enam hari kerja dalam seminggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam seminggu. 

Berbeda dengan Undang-undang terdahulu, Perppu Nomor 2 tahun 2022 pasal 81 mengubah pasal 79 UU ketenagakerjaan dengan memberikan hak libur dan cuti lebih sedikit. Ayat 2 hanya menyebut istirahat mingguan diberikan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. Ketentuan libur 2 hari dalam satu minggu dihapus.

PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN VAKSINASI BURUH PABRIK (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/foc.)

9. Pasal tentang Pelaksanaan Cuti

Pasal 79

(5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

Pada Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, perusahaan wajib memberikan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah karyawan bekerja satu tahun. Selain itu juga ada istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun.  

Aturan istirahat dan cuti yang termuat dalam UU Nomor 13 tahun 2003 menekankan kata kewajiban perusahaan. Dengan begitu setiap pekerja dan buruh memiliki hak yang sama dan dijamin oleh undang-undang. 

Berbeda dengan aturan terdahulu, Perppu hanya mewajibkan perusahaan memberikan cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh bekerja setahun. Sedangkan untuk istirahat atau cuti panjang tidak lagi menjadi kewajiban perusahaan.  

“Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama,” demikian bunyi Perppu Nomor 2 tahun 2022 pasal 81 poin 25 dikutip pada Minggu (1/1). 

 10. Bank Tanah

Poin terakhir yang menjadi sorotan Partai Buruh adalah adanya bank tanah. Said menilai keberadaan bank tanah merugikan buruh dan petani penggarap tanah. Aturan ini dinilai hanya lebih mengakomodir kepentingan pemodal dan pemilik lahan besar. 

"Bank tanah yang tertuang di Omnibus Law UU Cipta Kerja merugikan kalangan petani dan pemilik tanah orang-orang kecil. Karena bank tanah itu diorientasikan untuk korporasi, seperti perkebunan kelapa sawit, mengambil, mengeruk pertambangan, hak ulayat itu diabaikan. Hak petani itu ditinggalkan," ujar Said.

Menurut Said, bila memang pemerintah ingin menerapkan Bank Tanah, maka pelaksanaannya harus disesuaikan dengan reformasi agraria yang kini sedang dilakukan