Mengutip Cek Data Katadata, Anies Kritik Pembangunan Jalan Era Jokowi

Youtube Freedom TV Indonesia
Bakal calon presiden dari koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan dalam acara hari ulang tahun ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5).
Penulis: Lona Olavia
20/5/2023, 21.49 WIB

Bakal calon presiden dari koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan mengkritik pembangunan jalan di era Presiden Jokowi.

Kritiknya muncul karena Presiden Jokowi menurutnya lebih fokus membangun jalan tol yang notabene berbayar. Apalagi tidak semua masyarakat Indonesia mampu memiliki mobil. Hal itu berbeda dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang lebih banyak membangun jalan nasional ketimbang tol.

Hal itu dilontarkannya usai mengutip cek data Katadata dengan judul Perbandingan Kondisi Jalan Era Jokowi vs Presiden Sebelumnya yang terbit 12 Mei 2023.

“Soal infrastruktur jalan ada tim jurnalis dari media Katadata mengumpulkan datanya, izinkan saya mengutipnya,” ucap Anies dalam acara hari ulang tahun ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5).

Awalnya, Anies menyebut era Jokowi berhasil membangun jalan tol terpanjang, yaitu 1.569 kilometer (Km) dari total jalan tol saat ini 2.499 Km. Adapun 63 persen dari seluruh jalan tol berbayar di Indonesia itu dibangun di pemerintahan sekarang.

Namun, kata Anies, bagaimana dengan jalan tak berbayar yang bisa digunakan seluruh masyarakat tanpa ada biaya tambahan lainnya, yang menghubungkan sudut pedesaan dan perkotaan. Era Jokowi hanya berhasil membangun jalan kurang lebih sepanjang 19.000 Km.

"Saya bandingkan dengan pemerintahan yang lalu, di zaman Pak SBY jalan tak berbayar yang dibangun sepanjang 144.000 atau 7,5 kali lipat. Bila dibandingkan dengan jalan nasional, di pemerintahan ini membangun jalan nasional sepanjang 590 kilometer, di era 10 tahun sebelumnya 11.800 kilometer, 20 kali lipat," ucap Anies.

Hal itu menurutnya belum termasuk mutu, standar dan lain-lain. Jika termasuk hal-hal tersebut, menurutnya bisa lebih panjang lagi pembahasannya.

Meski begitu, ia mengatakan kedua infrastruktur baik jalan gratis maupun jalan tol sama-sama dibutuhkan. Tetapi yang lebih perlu diperhatikan adalah keberpihakan dalam menentukan prioritas kebijakan untuk seluruh kelas masyarakat. 

"Ketika bicara infrastruktur ekonomi memberikan kesetaraan kesempatan kepada semuanya. Kita perlu memikirkan ke depan institusi yang inklusif, infrastruktur yang membangun keseharian," ujarnya.

 

Anies pun menyinggung pemerintah Jokowi yang dianggapnya bersifat ekstratif. Menurutnya negara yang institusi ekonominya bersifat ekstratif ini cenderung abai pada pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur. Sebaliknya yang inklusif cenderung ingin melayani semua.

“Semangatnya membesarkan yang kecil tanpa mengecilkan yang besar. Jadi bukan hanya bersifat ekstratif, memberikan kesempatan pada yang besar untuk makin besar, namun harus memastikan semua dapat kesempatan yang sama,” kata Anies.

Berdasarkan data Katadata, semasa SBY menjabat, tercatat total ada pembangunan jalan sepanjang 144.825 km. Ini terdiri dari 11.804 km jalan nasional, 13.403 km jalan provinsi, dan 119.618 km jalan kabupaten/kota. 

Panjang jalan yang dibangun ini jauh lebih panjang dari pembangunan di zaman pemerintahan Jokowi yang baru mencapai 19.293 km. Jalan nasional yang menjadi tanggung jawab langsung pemerintah pusat bahkan hanya terbangun sepanjang 592 km selama periode Jokowi.

Kurangnya pembangunan jalan non tol di era Jokowi ini, juga diikuti oleh kondisi jalan yang cenderung lebih rendah.  Kementerian PUPR menilai kondisi jalan menggunakan metrik kemantapan jalan.

Jalan yang mantap berarti memiliki kondisi baik dan sedang sementara jalan tidak mantap memiliki kondisi rusak ringan atau rusak berat. Pada 2021, kondisi jalan nasional yang dinyatakan mantap di Indonesia tercatat sebesar 91,8%. Kemantapan jalan provinsi lebih rendah yaitu 74,12%. Jalan kabupaten/kota lebih buruk lagi dengan kemantapan sebesar 63,64%.

Jalan nasional yang dipegang langsung oleh pemerintah pusat kondisinya lebih buruk dibandingkan dengan kondisi ketika Jokowi baru menjabat pada 2014. Kemantapan jalan turun dari 93,94% menjadi 91,8%. Kemantapan jalan bahkan sempat menyentuh 89,36%.

Reporter: Lona Olavia