BPS: Anggaran Data Produksi Beras Metode KSA Capai Rp 64 M per Tahun

ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Petani melintas dilahan pertanian kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/3). Menurut Kementerian Pertanian (Kementan) melimpahnya produksi padi di Jabar pada tahun 2016 memberikan kontribusi besar menjadikan Indonesia mengekspor beras sebanyak 43,7 persen dan tidak lagi mengimpor beras, untuk meningkatkan produksi padi jabar tahun 2017 Kementan menambah target tanam periode tanam Oktober 2016 hingga Maret 2017 menjadi 1.552.041 hektar.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
31/10/2018, 12.07 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan kebutuhan anggaran untuk  pendataan produksi beras nasional dengan metode Kerangka Sampel Area (KSA) mencapai sekitar Rp 64 miliar per tahun. Dana tersebut  antara lain digunakan untuk pelatihan petugas dan kunjungan ke 217 ribu titik sawah.

Kendati jumlahnya besar,  BPS menyebut tidak meminta anggaran tambahan baru untuk proses pendataan beras dengan metode baru KSA ini. "Kami melakukan efisiensi dari anggaran tahunan BPS," kata  Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Rabu (31/10).

 BPS akan secara rutin mendata produksi beras dengan metode KSA setiap bulan. 

(Baca: Data Produksi Beras Tak Akurat Sejak 1997, Jokowi Kini Andalkan BPS)

Suhariyanto mengungkapkan pengecekan data produksi bakal dilakukan pada setiap minggu keempat dalam setiap bulan. Para petugas akan mengecek langsung hasil produksi dengan metode KSA di 217 ribu titik sawah.

Menurutnya, inisiasi pendataan produksi beras dengan metode KSA sebetulnya sudah dilakukan sejak 2015. "Berdasarkan perintah Wakil Presiden Jusuf Kalla, kami juga bekerja sama dengan Forum Masyarakat Statistik (FMS)," ujar Suhariyanto yang akarab dipanggil Kecuk.

Selain untuk komoditas beras, pencatatan data produksi pertanian dengan metode KSA juga diusulkan diperluas ke komoditas jagung dan kedelai.

(Baca: Hitungan BPS, Produksi Beras 2018 Lebih Rendah 30% dari Data Kementan)

 "Kita semua ingin untuk pangan pokok harus ada ukuran data yang lebih baik," kata Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin. 

Bustanul yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Masyarakat Statistik (FMS) ini menyatakan untuk pengukuran tersebut, pihaknya bahkan siap memberi masukan kepada BPS mengenai strategi penghitungan jagung serta kedelai. 

Menurutnya, dalam pendataan kedua komoditas itu kemungkinan akan menghadapi sedikit kesulitan karena tak ada keterangan lahan baku dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Namun demikian, penghitungan jagung dan kedelai tak akan memakan biaya besar karena proses penghitungannya bisa dilakukan bersamaan.  Sebab, jagung dan kedelai biasanya berada pada daerah yang memiliki lahan sawah tadah hujan.

Reporter: Michael Reily