Bukalapak dan Tokopedia menilai, Peraturan Pemerintah (PP) tentang e-commerce akan menjadi tantangan tersendiri bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mengembangkan bisnis. Apalagi pedagang online diwajibkan memiliki izin usaha.
PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) itu berlaku sejak 25 November. Pada pasal 15 disebutkan bahwa pelaku usaha wajib memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan usaha PMSE. Pengajuan izin usaha itu dapat melalui Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS).
AVP of Public Policy and Government Relations Bukalapak Bima Laga mengaku, perusahaannya masih mempelajari aturan tersebut. Namun, menurutnya PP e-commerce ini bisa menjadi tantangan bagi UMKM dalam memperluas pasar.
“Kami sedang mempelajari PP tersebut untuk memberikan masukan kepada pemerintah agar aturan itu selaras dengan kebutuhan industri,” kata Bima kepada Katadata.co.id, Rabu (3/12).
(Baca: Asosiasi E-Commerce Khawatir Pedagang Online Wajib Berizin Usaha)
Hal senada disampaikan oleh Vice President of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak. “Aturan ini perlu dipertimbangkan karena tidak sejalan dengan visi Republik Indonesia untuk mendorong kemudahan berbisnis dan pertumbuhan UMKM baru,” kata dia.
Nuraini mengatakan, aturan ini hanya memperbolehkan pengusaha besar dan memiliki izin usaha yang berjualan online. Ia khawatir hal ini tidak sejalan dengan upaya pemerintah mempermudah masyarakat berbisnis secara online.
“Padahal, kemudahan berbisnis online, pengusaha yang awalnya sampingan atau coba-coba, akhirnya bisa jadi usaha serius dan kemudian memiliki izin,” kata Nuraini.
(Baca: E-Commerce Dipajaki, Konsumen Tak Lantas Beralih ke Media Sosial)
Perusahaan e-commerce yang model bisnisnya Consumer to Consumer (CtoC) pun harus melakukan penyesuaian terkait verifikasi pedagang. Sebab, hanya mitra skala besar dan memiliki izin yang diperbolehkan.
“Hal ini tidak sejalan dengan misi kami untuk mendorong pemerataan ekonomi secara digital, termasuk mendorong lahirnya bisnis baru di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Di sisi lain, menurut dia PP tersebut tidak memuat informasi yang jelas terkait platform apa saja yang diatur seperti e-commerce, media sosial, atau aplikasi percakapan. Sebab, masyarakat menggunakan ketiga platform ini untuk berjualan.
Selain itu, tidak ada kejelasan terkait tata cara penegakkan aturan ini terhadap platform media sosial dan aplikasi percakapan. “Di kedua platform ini banyak berisi transaksi informal, tidak termediasi, dan rentan akan penipuan,” kata dia.
(Baca: PP Segera Terbit, Produk E-Commerce Bakal Wajib SNI)
PP itu menyebutkan bahwa PMSE bisa merupakan pelaku usaha, konsumen, pribadi, atau instansi baik di dalam maupun luar negeri. Penyelenggara PMSE seperti Shopee, Bukalapak, Tokopedia, Lazada dan e-commerce lainnya juga diatur dalam PP ini.
Aturan itu juga mewajibkan pelaku usaha memenuhi persyaratan untuk melakukan PMSE. Di antaranya izin usaha, izin teknis, Tanda Daftar Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kode etik bisnis (business conduct) atau perilaku usaha (code of practices), standardisasi produk barang dan/atau jasa.
Kode etik bisnis adalah aturan etis untuk melakukan perdagangan secara jujur dan menjunjung semangat kompetisi yang sehat, baik yang berlaku internal maupun eksternal. (Baca: PP E-Commerce Terbit, Konsumen Bisa Mengadu ke Mendag jika Dirugikan)