Tingkat Keberhasilan UMKM Rambah Online saat Pandemi hanya 5%

ANTARA FOTO/Feny Selly/hp.
Ilustrasi, pelaku usaha menunjukkan katalog online produk sepatu berbahan tenun songket milik merk Nadina Salim mitra Binaan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) dipajang di salah satu gerai UMKM di Palembang,Sumsel, Senin (20/7/2020).
17/9/2020, 19.12 WIB

Aplikasi itu membantu dari sisi pembukuan akuntansi sederhana bagi UMKM.

Riset dari International Data Corporation (IDC) dan Cisco menunjukkan, PDB bisa bertambah US$ 160 miliar-US$ 164 miliar (Rp 2.372,6 triliun-Rp 2.432 triliun) pada 2024 dengan mendigitalisasikan UMKM. Potensinya tergantung seberapa ahli pelaku usaha memanfaatkan layanan digital.

Pendapatan UMKM indifferent dan digital observer hanya meningkat 8% setelah mendigitalkan bisnisnya. Sedangkan peningkatan pendapatan UMKM challenger 12%, sementara native bisa sampai 16%.

Sedangkan mayoritas UMKM Indonesia masih tergolong indifferent. "Artinya, masih banyak UMKM yang hanya mengadopsi teknologi digital seadanya," kata Managing Director Cisco Indonesia Marina Kacaribu saat konferensi pers virtual, beberapa waktu lalu (9/9).

Dalam hal ini, lanskap UMKM Indonesia mirip dengan Filipina dan Vietnam. Posisinya di bawah Singapura dan Thailand, yang sebagian besar UMKM-nya kategori digital observer.

Oleh karena itu, Indonesia perlu meningkatkan lagi kematangan UMKM digitalnya. Dengan begitu, kontribusinya terhadap PDB semakin besar. “Produktivitas lebih tinggi dan kontribusi ke nasional lebih besar," ujarnya.

Akan tetapi, berdasarkan hasil survei Katadata Insight Center (KIC), UMKM menghadapi beberapa kendala dalam menggunakan teknologi digital. Tantangan itu di antaranya tidak dapat menggunakan internet (34%), kurangnya pengetahuan menjalankan usaha online (23,8%), pegawai tak siap (19,9%), infrastruktur belum layak (18,4%), dana kurang memadai (9,7%), dan banyaknya pesaing (3,4%).

Survei tersebut dilakukan terhadap 206 responden UMKM di lima kategori usaha. Mereka berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sebagian besar UMKM ini memiliki skala usaha mikro dengan omzet di bawah Rp 300 juta per tahun.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa 82,9% UMKM terpukul pandemi Covid-19. Hanya, 5,9% yang penjualannya positif selama krisis kesehatan saat ini.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan