Strategi Bukalapak Kejar Profit: Sasar Kota Tier 2 hingga Superapp

ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Ilustrasi, karyawan menunjukkan fitur pembelian tiket Kereta Api (KA) Bandara pada aplikasi Bukalapak dengan menggunakan gawai saat perjalanan dari Stasiun BNI City menuju ke Stasiun Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
22/10/2020, 10.09 WIB

Setidaknya ada tujuh layanan vertikal baru Bukalapak yakni investasi melalui BIB, konsultasi hukum, agregator logistik, pengadaan barang dan jasa, properti, lakupandai, dan turnamin game online.

Selain itu, satu layanan horizontal yakni bahan pokok. Konsep seperti ini dinilai sebagai superapp.

Dengan cara itu, perusahaan optimistis bisa meraup profit dan tidak lagi berfokus pada strategi 'bakar uang'. Teddy mengatakan, bisnis perusahaan tetap tumbuh meski tak lagi gencar berpromosi. 

"Kami mengurangi bakar uang masif, dan pangsa pasar relatif stabil," ujar dia. Bahkan, perusahaan mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebelum bunga, pajak, dan amortisasi (EBITDA) sebesar 60% pada kuartal II tahun ini dibandingkan akhir 2018.

Perusahaan juga tidak ‘ngoyo’ mengejar tingkat kunjungan ke platform. Bukalapak justru berfokus memaksimalkan inovasi produk yang menyasar sektor UMKM, khususnya warung.  

Berdasarkan situs iPrice, kunjungan ke situs Bukalapak turun dari 37,6 juta per bulan pada kuartal I menjadi 35,2 juta kuartal II. E-commerce ini pun menempati urutan ketiga di bawah Shopee dan Tokopedia.

 

Apalagi, Bukalapak juga berencana mencatatkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) di bursa saham. Dengan IPO, perusahaan juga bisa mendapatkan akses pasar potensial. 

Bukalapak juga bakal berfokus pada segmen warung dalam lima tahun ke depan. Segmen ini dinilai potensial, karena berkontribusi 65-70% terhadap transaksi retail nasional berdasarkan riset CLSA.

Hingga kini perusahaan telah menggaet dua juta mitra warung dan tiga juta agen yang disebut Mitra Bukalapak. 

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan