Riset CLSA: Warung Jadi Medan Perang Berikutnya Bagi Unicorn

Katadata/Cindy Mutia Annur
Yogi (33) salah satu mitra warung Bukalapak yang tengah menjaga warung kelontongnya di wilayah Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (21/8). Riset CLSA menyebut, warung menjadi medan perang berikutnya bagi startup dan unicorn.
Penulis: Desy Setyowati
15/10/2019, 17.21 WIB

Riset CLSA menyebutkan, startup termasuk para unicorn bakal bertarung menggaet warung konvensional (offline). Para perusahaan rintisan ini berfokus menggaet konsumen yang belum bertransaksi secara online.

Untuk bisa menggaet pasar itu, para startup dan unicorn mengintegrasikan layanan offline pada warung tradisional dengan platform mereka. Konsep itu disebut juga offline to online (O2O). Gojek, Grab, e-commerce hingga teknologi finansial (fintech) mulai menyasar pasar ini.

Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), 56% atau 95,8 juta pengguna internet di Indonesia belum pernah belanja online. Padahal, ada sekitar enam juta pedagang online di Indonesia. “Mereka mengendalikan 65-70% penjualan ritel, melalui program mitra,” demikian dikutip dari riset CLSA, Selasa (15/10).

Startup e-commerce yang sudah menyediakan layanan O2O adalah Bukalapak, Tokopedia, dan Blibli.com. Perusahaan riset berbasis di Hong Kong itu menilai, para pelaku usaha e-commerce ini bisa masuk ke layanan distribusi produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dan infrastruktur yang mendukung warung beralih ke O2O.

(Baca: Bukalapak Target 2 Juta Warung Adopsi Standardisasi Kode QR Tahun Ini)

Bukalapak misalnya, telah menggaet 2,5 juta mitra warung. Salah satu unicorn Tanah Air ini mencatat, 10% pengguna mereka berbelanja di mitra warung. Padahal, biaya akuisisi konsumen (customer acquisition costs/CACs) dengan skema O2O ini hanya 10-20% dibandingkan CAC normal atau hanya US$ 2 per pelanggan.

Sedangkan Tokopedia telah menggaet 200 ribu mitra warung per Juli lalu. Kemudian Blibli.com meluncurkan layanan Click & Collect pada awal tahun ini. Blibli.com menargetkan bisa menggaet 1,5 juta pengguna layanan O2O hingga akhir tahun ini.

Selain e-commerce, decacorn seperti Gojek dan Grab menyasar warung tradisional lewat layanan pesan-antar makanan (food delivery). Gojek mengklaim GoFood menguasai 75% pangsa pasar.

(Baca: Perluas Layanan Online-Offline, Blibli Bidik 12 Ribu Toko di 2019)

Gojek telah menggaet sekitar 400 ribu mitra GoFood di Asia Tenggara. Sedangkan GrabFood sudah tersedia di 178 kota Indonesia. Grab juga merangkul warung lewat Kudo.

Fintech pembayaran seperti GoPay, OVO, DANA dan LinkAja juga menggarap warung tradisional. Sebab, GoPay telah menggaet sekitar 400 ribu mitra GoFood, 60 ribu penyedia layanan, 2 juta mitra pengemudi Gojek.

Lalu, OVO memiliki lebih dari 500 ribu mitra offline, 9 juta mitra Grab, (termasuk agen), dan 3 juta merchant di Tokopedia. Kemudian LinkAja tersedia di lebih dari 183 ribu titik lokasi.

Fintech pembiayaan (lending) juga mengincar warung tradisional. Di antaranya Modalku, TokoModal, Amartha, dan lainnya.

(Baca: Lampaui Target, 10 Juta UMKM, Petani, dan Nelayan Go-Online)