Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), porsi lender insitusi terus meningkat sejak Januari hingga November 2020. Secara berurutan yakni 0,2%; 0,21%; 0,21%; 0,21%; 0,21%; 0,22%; 0,22%, 0,33%, 0,34%, 0,75% dan 1,1% dibandingkan jumlah lender keseluruhan.
Kenaikan tertinggi yakni dari 0,22% pada Juli menjadi 0,33% di Agustus. Kemudian, dari September 0,34% menjadi 0,75% pada Oktober 2020.
Fintech | Bank yang Digaet |
Akseleran | BCA, Bank Mandiri, BPR Supra, Bank J Trust Indonesia, Bank SulutGo, Bank Permata, CIMB Niaga, BNI, BRI, BCA |
Investree | Bank Danamon, Bank Mandiri, BRI Syariah, Bank SulutGo |
Akulaku | Bank Yudha Bhakti |
Kredivo | Bank Permata |
KoinWorks | Bank Mandiri |
Amartha | Bank Mandiri dan Bank Jatim |
Crowde | Bank Mandiri |
Adakami | Bank SulutGo |
Fintag | Bank SulutGo |
Pintek | Bank SulutGo |
Modalku | Bank Sinarmas |
Modal Rakyat | BRI, BRI Agro |
Danain | Bank Ganesha |
Catatan: Kerja sama berupa channeling dan lainnya. Jumlah fintech dan bank yang bekerja sama bisa lebih dari yang ada di tabel.
Sumber: data diolah Katadata
Dengan strategi seperti itu, OJK mencatat bahwa akumulasi penyaluran pinjaman oleh fintech lending tumbuh 96,19% yoy menjadi Rp 146,2 triliun per November 2020. Sedangkan outsanding atau yang masih berjalan mencapai Rp 14,1 triliun.
Sedangkan data per Oktober 2020 dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman di bawah 90 hari (TKB 90) pun mulai membaik sejak September 2020, sebagaimana Databoks di bawah ini. Sedangkan TKB per November 2020 92,82%.
TKB yang turun menunjukkan bahwa keterlambatan peminjam membayar cicilan atau tingkat wanprestasi (TWP 90) atau kredit macet meningkat.
Asosiasi Target Penyaluran Pinjaman Rp 86 Triliun pada 2021
Kredit macet fintech lending dapat menurun, salah satu caranya dengan restrukturisasi pinjaman. OJK pun menerbitkan aturan tentang kebijakan countercyclical dampak penyebaran coronavirus disease 2019 bagi lembaga jasa keuangan non-bank.
“Pinjaman macet bisa dikurangi dan akan tetap meningkatkan kepercayaan konsumen kepada penyelenggara fintech lending," kata Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan kepada Katadata.co.id, Rabu (20/1).
Sejak tahun lalu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) juga mendorong fintech lending menyasar sektor potensial untuk mengantisipasi risiko kredit. Salah satunya yakni pedagang online.
Berdasarkan survei AFPI dan DailySocial pada 2020, UMKM digital mendominasi profil peminjam fintech lending di sektor produktif yakni 42,4%. Untuk sektor konsumtif menempati urutan kedua (30,8%) dan di syariah urutan ketiga (40%).
“Mereka bagian dari UMKM yang layak mendapatkan kredit dan menjadi fokus penyaluran fintech lending saat ini, khususnya dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional,” kata juru bicara AFPI Andi Taufan Garuda Putra kepada Katadata.co.id, Kamis (21/1).
Selain itu, pada dasarnya penyelenggara fintech pendanaan telah mengadopsi sistem penilaian kredit (credit scoring) yang disesuaikan dengan performa UMKM saat ini. “Ini bergerak dinamis, menyesuaikan profil peminjam, termasuk pedagang online. Dengan begitu, TWP 90 hari membaik,” ujarnya.
AFPI pun menargetkan penyaluran pinjaman Rp 86 triliun pada tahun ini. Jumlahnya lebih tinggi dibandingkan target 2020 sebesar Rp 65 triliun, yang menurun dari rencana awal Rp 86 triliun.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah optimistis, target tersebut bisa tercapai pada 2021 meski masih ada pandemi. "Ini angka realistis yang dapat kami wujudkan," katanya saat konferensi pers virtual bertajuk ‘Outlook Industri Peer to Peer Lending 2021’, bulan lalu (7/12/2020).