Gotong-Royong OJK dan Industri Meredam Laju Kredit Macet Fintech

Desy Setyowati
12 Oktober 2020, 15:55
Sederet Cara Fintech Pembiayaan Tahan Laju Lonjakan Kredit Macet
123RF.com/Sembodo Tioss Halala
Ilustrasi

Kredit macet atau tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman di atas 90 hari (TWP 90) layanan teknologi finansial pembiayaan atau fintech lending terus meningkat, dan menjadi 8,88% per Agustus. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asosiasi, dan penyelenggara pun menerapkan sejumlah cara untuk menahan laju ini.

Tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman di bawah 90 hari (TKB 90) terus menurun sejak awal tahun ini. Penurunan ini menunjukkan bahwa keterlambatan peminjam membayar cicilan atau TWP meningkat.

Advertisement

Besaran TKB per Agustus 91,12%, sehingga TWP-nya mencapai 8,88%. “Laporan pinjaman macet seluruh platform dilaporkan bulanan ke OJK,” kata juru bicara OJK Sekar Putih Djarot kepada Katadata.co.id, Senin (12/10).

Sedangkan penurunan TKB 90 dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

Sekar sempat menyampaikan bahwa otoritas telah membina penyelenggara fintech lending yang TWP-nya tinggi. Regulator meminta mereka membuat rencana aksi (action plan) dan mengevaluasi skemanya.

Selain itu, "mengingatkan mereka untuk meningkatkan manajemen risiko dan memanfaatkan penilaian kredit (credit scoring)," kata Sekar kepada Katadata.co.id, pekan lalu (7/10).

Ia juga mengimbau pemberi pinjaman (lender) memanfaatkan fasilitas asuransi kredit yang disediakan oleh beberapa penyelenggara fintech lending. Ini bertujuan meminimalkan risiko pendanaan di tengah pandemi Covid-19.

OJK berharap para penyelengara dapat memaksimalkan sistem pemeringkat kredit atau credit scoring dan memitigasi risiko yang muncul akibat pandemi virus corona.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta juga mengaku sudah memanggil beberapa penyelenggara yang TWP-nya di atas 8%. “Kami lakukan pembinaan terkait tindak lanjutnya,” kata dia saat mengikuti acara pemilihan ketua AFPI yang baru, dua pekan lalu (30/9).

Saat itu, ia menjelaskan bahwa kredit macet melonjak karena penyaluran pinjaman yang masih berjalan atau oustanding menurun. Secara berurutan sejak Maret hingga Juli, nilainya yakni Rp 14,79 triliun, Rp 13,75 triliun, Rp 12,86 triliun, Rp 11,77 triliun, dan Rp 11,94 triliun.

Namun outstanding pada Agustus meningkat menjadi Rp 12,13 triliun, tetapi kredit macet tetap melonjak.

Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan, perekonomian melambat sejak Maret karena adanya pandemi corona. Hal ini berdampak terhadap bisnis pelaku usaha.

“Ada perlambatan usaha lintas sektoral. Ada perubahan profil risiko pengguna,” kata Kuseryansyah dalam Webinar Peran Literasi Keuangan Digital Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional, pekan lalu (7/10).

Untuk menahan laju kredit macet, Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi berencana membentuk gugus tugas peningkatan kualitas aset. "Ini akan dibentuk sebelum 20 Oktober," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (12/10).

Pembentukan gugus tugas itu bertujuan memperbaiki TWP 90 secara sistematis. "Penyaluran pendanaan tidak hanya di depan, tapi bagaimana kami memitigasi risiko di tengah, dan melihat proses di belakang,” ujarnya,  akhir bulan lalu (30/9).

Oleh karena itu, ia mendorong penyelenggara fintech lending berfokus menyasar sektor yang mampu bertahan di masa krisis ini. Caranya dengan mengandalkan teknologi dalam mengukur risiko kredit.

“Hindari sektor yang berisiko. Verifikasi dan validasi harus terkoreksi. Ini tugas asosiasi,” ujar Adrian.

AFPI juga mengandalkan pusat data yang disebut pusdafil untuk memitigasi risiko kredit macet. Sejauh ini, ‘alat’ yang juga dikenal dengan Fintech Data Center (FDC) itu telah menjaring 26 juta data peminjam.

Selain itu, asosiasi akan memperluas kolaborasi dengan berbagai ekosistem, mulai dari pemerintah, perbankan hingga perusahaan teknologi lainnya. “Ada lembaga keuangan atau ekosistem teknologi lain seperti e-commerce dan berbagi tumpangan (ride-hailing). Itu potensial karena terus tumbuh,” ujarnya.

Beberapa sektor pemerintahan juga dianggap potensial seperti kesehatan, bantuan sosial (bansos), dan dana bahan pangan. Peluang-peluang ini bisa diandalkan untuk meningkatkan kualitas aset.

Aplikasi e-commerce, layanan pemerintah, transportasi hingga kesehatan memang diminati selama pandemi corona di Indonesia, bahkan ASEAN. Ini tecermin pada Databoks di bawah ini:

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement