Analis mencatat marak aksi jual aset kripto (cryptocurrency) seperti bitcoin dalam sebulan terakhir. Ini terjadi ketika bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve menarik stimulus dari pasar keuangan atau dikenal dengan tapering off.
Coindesk melaporkan, aksi jual kripto sebenarnya meningkat sejak Desember 2021. Saat itu, muncul risalah dari komite The Fed yang menunjukkan bahwa para pejabat berencana menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan.
Penarikan ekstrem kripto sebelumnya pernah terjadi pada Juli 2021. Ini membuat harga aset digital seperti bitcoin, dogecoin hingga shiba inu anjlok sekitar 50% dari puncak.
Coindesk memperkirakan, aksi jual kali ini mampu menurunkan harga dan kapitalisasi pasar kripto. Harga bitcoin misalnya, hanya bergerak di sekitar US$ 35 ribu - US$ 37 ribu pada perdagangan hari ini (24/1). Padahal harganya mencapai US$ 69 ribu pada November 2021.
Aksi jual kripto diperkirakan terus terjadi pekan ini. Harga bitcoin pun diprediksi turun hingga mencapai US$ 30 ribu per koin.
Harga ethereum pun turun sekitar 12% menjadi US$ 2.854. Begitu juga solana anjlok 14% menjadi US$ 122,75 per koin.
Imbas aksi jual itu, kapitalisasi pasar kripto anjlok dalam dua bulan terakhir. Setelah mencapai kapitalisasi pasar sekitar US$ 3 triliun pada November, kini hanya US$ 1,6 triliun.
Bespoke Investment Group mencatat, lebih dari US$ 1 triliun hilang dari pasar kripto secara agregat.
CEO BitBull Capital Joe DiPasquale mengatakan, aksi jual itu dilakukan investor kripto karena mereka masih meragukan aset digital itu. "Kripto masih mencari jalannya, apakah itu lindung nilai seperti emas yang bergerak terbalik dengan ekuitas, atau aset berisiko yang akan gagal," katanya dikutip dari Coindesk, hari ini (24/1).
Managing Director Outset Global Andrew Sullivan mengatakan bahwa aksi jual kripto merupakan tanda bahwa investor semakin menimbang iklim ekonomi global. Mereka juga mempertimbangkan kepemilikan kripto dan mengurangi aset berisiko.
"Aksi jual dengan volume besar terjadi di sejumlah pasar karena investor beralih ke uang tunai," ujar Andrew dikutip dari Financial Times, akhir pekan lalu (22/1).
Ia juga menilai, investor sekarang mempertimbangkan kebijakan bank sentral AS. The Fed memang telah memberi isyarat bahwa stimulus ekonomi dapat dilonggarkan lebih agresif dari yang diperkirakan.
Bank sentral juga bakal menaikkan suku bunga tiga hingga empat kali tahun ini. Ini membuat imbal hasil obligasi melonjak.
"Hasil yang lebih tinggi pada aset berisiko rendah seperti obligasi, membuat investasi spekulatif seperti kripto terlihat kurang menarik," katanya.
Selain karena kebijakan AS, sejumlah negara mulai menekan aset kripto. Reuters melaporkan, pekan lalu bank sentral Rusia mengusulkan larangan transaksi dan penambangan cryptocurrency.
"Regulator Rusia frustrasi dengan industri kripto selama beberapa tahun dan tidak ada peringatan mereka yang diindahkan," kata Director Sales Asia Pacific di Eventus Systems Vince Turcotte.
Bank sentral Rusia mengusulkan larangan itu karena menganggap kripto dapat menimbulkan ancaman bagi stabilitas keuangan negara. Selain itu, penambangannya menyebabkan masalah lingkungan.
"Maka, mekanisme harus dikembangkan untuk memblokir transaksi yang ditujukan dalam membeli atau menjual cryptocurrency," kata bank sentral Rusia dikutip dari Reuters.
Pada November 2021, India juga mengatakan sedang bersiap memperkenalkan Undang-Undang (UU) yang mengatur mata uang digital. Awal pekan ini, Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan bahwa kerja sama global diperlukan untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan kripto.
Pada September tahun lalu, pemerintah Cina resmi melarang transaksi mata uang kripto dan penambangan aset digital. Sepuluh lembaga di Cina, termasuk bank sentral, lembaga keuangan, lembaga sekuritas, dan regulator valuta asing bersepakat untuk membasmi transaksi kripto.
"Semua kegiatan kripto ilegal dan akan dihilangkan sesuai dengan hukum," demikian bunyi keterangan bank sentral Cina, People's Bank of China (PBoC).
PBOC beralasan larangan tersebut untuk menjaga keamanan dan stabilitas keuangan nasional. Di samping itu, Cina meluncurkan yuan digital untuk digunakan seluruh masyarakat.