Para investor startup teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) atau pinjaman online iGrow mengeluhkan perusahaan gagal bayar atau terlambat membayar bagi hasil. Mereka pun memberikan rating buruk terhadap aplikasi iGrow.

iGrow merupakan penyedia layanan investasi dan pinjol di bidang pertanian. Berdasarkan laman resmi, fintech lending ini menawarkan margin 12% - 18%.

Startup itu telah menyalurkan pinjaman Rp 607,2 miliar kepada 238 peminjam sejak awal berdiri pada 2014. Sedangkan outstanding atau kredit yang masih berjalan Rp 313,7 miliar terhadap 165 peminjam.

Tingkat keberhasilan pembiayaannya 98,32%. Ini artinya, hanya 1,68% yang menunggak.

Namun pemberi pinjaman (lender) mengeluhkan iGrow yang terlambat membayarkan bagi hasil. Aplikasi iGrow pun mendapatkan peringkat 3,4 dari lima.

“Pembayaran bagi hasilnya sering telat, bahkan menunggak,” kata salah satu pengguna Muhammad Mei Rokhimin dikutip dari Play Store, Selasa (26/7).

Beberapa investor iGrow pun membuat grup di Telegram bernama ‘Investor iGrow’ yang dibentuk pada 30 April 2020. Grup ini dibuat oleh admin bernama Abdullah Mujaddidi, yang mengalami kendala pengembalian modal.

Dalam grup tersebut, Abdullah menuliskan bahwa transparansi merupakan hal yang penting. Transparansi memungkinkan lender mengetahui performa portofolio mereka di iGrow.

Transparansi itu juga membantu mereka membuat keputusan untuk melakukan investasi tambahan pada proyek sejenis atau tidak, maupun merambah proyek berbeda.

Beberapa investor pun mengeluh terkait investasi di iGrow melalui grup Telegram tersebut.

“(Uang) saya ‘nyangkut’ di proyek Olat Maras Farm sekitar Rp 4,9 juta, pokok modalnya. Seharusnya Juni, sampai sekarang belum ada laporan apapun,” tulis Sigurd Harsson di grup tersebut.

“Terakhir update Mei. Saya kira, tidak banyak korban peternak dan petani amatir yang menjadi mitra iGrow, ternyata banyak juga,” tambah dia.

Sedangkan yang lainnya mengeluhkan investasi iGrow di Kredibel.co.id. Yulius Wijaya misalnya, mengeluhkan soal transparansi.

Dia pertama kali berinvestasi di iGrow pada 2018, untuk proyek ‘revitalisasi cengkeh’. “Saat itu, proyek berhasil diselesaikan, walau keuntungan tidak seberapa,” ujar dia.

Ia kemudian berinvestasi lagi di proyek ‘ikan nila air deras’ pada 2020. Lalu, berinvestasi di proyek ‘budidaya jagung irigasi tetes’ pada tahun yang sama.

“Namun terlambat sampai Oktober 2021. Saya rasa iGrow memang perusahaan yang tidak jelas dan tak kompeten, karena kurang transparansi kepada investor,” kata Yulius.

Katadata.co.id mengonfirmasi keluhan-keluhan tersebut kepada iGrow. Namun belum ada tanggapan.

Berdasarkan laman resmi iGrow, startup fintech lending itu pemegang saham iGrow yakni LinkAja, Andreas Sanjaya, dan Jim Oklahoma.

LinkAja merupakan startup fintech pembayaran yang didukung oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan Andreas menjabat CEO iGrow, sementara Jim Chief Business Officer (CBO).

Reporter: Lenny Septiani