Huawei Sebut Bisnisnya Semakin Sulit Sejak Agustus karena Sanksi AS

123RF.com
Ilustrasi Huawei
Penulis: Desy Setyowati
12/10/2020, 09.05 WIB

Nokia mengklaim telah memenangkan 100 kesepakatan 5G komersial, sehingga totalnya 160. Selain itu, memiliki portofolio 180 pelanggan nirkabel pribadi.

Ericsson lebih dulu mengumumkan perolehan 100 kesepakatan pada Agustus lalu. Ini disampaikan setelah bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi asal Slovenia, Telekom Slovenije.

Kedua perusahaan itu memang berhasil mempersempit pasar Huawei di Eropa. Ini juga terjadi karena Presiden AS Donald Trump banyak negara di benua itu untuk tidak memakai jasa raksasa teknologi asal Tiongkok tersebut.

Pesaing lainnya, Samsung Electronics mendapatkan proyek US$ 6,64 miliar atau sekitar Rp 839 miliar dari operator seluler asal AS, Verizon pada awal bulan lalu. Perusahaan akan memasok peralatan jaringan akses radio (RAN) 5G hingga 2025.

Selain itu, Samsung memenangkan kesepakatan dengan perusahaan telekomunikasi AS lainnya seperti Sprint, AT&T dan US Cellular. Lalu bekerja sama dengan KDDI Corporation di Jepang, Telus dan Videotron di Kanada dan Spark di Selandia Baru.

Padahal, pangsa pasar korporasi yang bermarkas di Seoul, Korea Selatan itu telah lama tertinggal dari para pesaingnya. “Kemenangan Samsung baru-baru ini dengan Verizon bisa menjadi pengubah permainan,” kata pakar 5G di perusahaan riset Dell'Oro Group Stefan Pongratz dikutip dari Financial Times, pekan lalu (6/10).

Berdasarkan data Dell’Oro, Huawei memimpin industri peralatan telekomunikasi dengan 31% pangsa pasar sepanjang semester I. Disusul oleh Nokia dan Ericsson masing-masing 14%. Kemudian ZTE 11% dan Cisco 6%.

Samsung hanya memiliki 3% pasar, tetapi porsinya meningkat dua kali lipat sejak akhir 2018. Selain itu, pasar perusahaan terkait instruktur seluler 5G-nya di kisaran 10-15%.

Halaman: