Game Online Kena Pajak Mulai Juli, Begini Respons Asosiasi dan Garena

ANTARA FOTO/Rahmad
Ilustrasi, warga bermain Game Online di Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
29/5/2020, 18.16 WIB

Kementerian Keuangan bakal memungut pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% atas penjualan produk digital seperti streaming musik dan film, game online, aplikasi, dan lainnya mulai Juli. Asosiasi Game Indonesia (AGI) dan Garena masih mengkaji dampak kebijakan ini.

Ketua Umum AGI Cipto Adiguno mengaku belum mengetahui skema pemungutan PPN tersebut kepada konsumen. Penentuan skemanya melibatkan pihak ketiga seperti, karena penjualan gim mobile maupun item-nya bisa melalui Google Play Store.

Sebagaimana diketahui, ada game online gratis dan berbayar yang bisa diunduh di toko aplikasi seperti App Store dan Google Play Store. Selain itu, ada beberapa item seperti senjata, alat, baju pemain, dan lainnya yang dibeli oleh pengguna atau gamer di marketplace khusus maupun di platform gim langsung.

Kendati game online wajib dikenakan PPN 10%, Cipto optimistis tak akan berpengaruh signifikan terhadap jumlah pengguna maupun penjualan item. “Ke pelanggan mungkin cukup terasa, tetapi ini normal. Dilihat dari sudut pandang lain, selama ini tarifnya terlalu murah," ujar Cipto kepada Katadata.co.id, Jumat (29/5). 

(Baca: Pemerintah Bakal Tarik Pajak Netflix dan Spotify Mulai 1 Juli 2020)

Sedangkan Business Developer dan Esports Manager Garena Indonesia Wijaya Nugroho juga belum mengetahui skema pemungutan PPN tersebut. "Belum ada arahan mengenai hal ini," ujar dia.

Garena merupakan pengembang gim baik PC maupun online, salah satunya Free Fire. Game online ini bahkan mendapat rating tertinggi untuk kategori gim per September 2019, sebagaimana terlihat pada databoks berikut:

Mulai Juli nanti, Kemenkeu akan mengenakan PPN atas penjualan aplikasi maupun item game online. Berdasarkan keterangan akun Instagram @kemenkeuri pada Rabu (27/5), kebijakan ini bertujuan menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha di dalam dan luar negeri, baik konvensional atau digital.

(Baca: Sri Mulyani Tarik Pajak Netflix, Spotify hingga Game Online Mulai Juli)

Pengenaan pajak produk digital dilaksanakan sesuai PMK Nomor 48/PMK.03/2020. Aturan ini mengatur tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Dalam aturan tersebut perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dikenai PPN 10%. Objek pajak yang dipungut yaitu streaming musik dan film, aplikasi hingga game online.

Untuk pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas produk digital yang berasal dari luar negeri akan dilakukan oleh pelaku usaha PMSE. Di antaranya pedagang/penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar dan dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

(Baca: Kehilangan Rp 22 Triliun, Kekayaan Jack Ma Disalip Bos Pengembang PUBG)

Pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria nilai transaksi atau jumlah traffic tertentu selama 12 bulan ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai pemungut PPN. Sedangkan pelaku usaha yang memenuhi kriteria, tetapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN, dapat menyampaikan pemberitahuan secara online kepada Direktur Jenderal Pajak. 

Penyetoran PPN yang telah dipungut dari konsumen wajib dilaksanakan paling lama akhir bulan berikutnya. Sedangkan, pelaporan dilakukan secara triwulanan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode berakhir.

Menteri Keuangan Sri Mulyani  berharap kebijakan tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara. Terutama untuk sumber pendanaan menanggulangi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19.

  

Reporter: Cindy Mutia Annur